Kamis, 02 Agustus 2018

PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM


Hasil gambar untuk kurikulum

Rendra Fahrurrozie
STIT Sirojul Falah Bogor, Jawa Barat, Indonesia
rendra_fr@yahoo.com
Abstrak
Meningkatnya kemampuan berfikir masyarakat dan perubahan-perubahan sarana dan prasarana serta pola sikap masyarakat maka semakin bermunculan pula gagasan progresif dan imaginatif dalam membangun pendidikan di Indonesia. Sebab, dengan tidak melakukan perubahan dan pengembangan kurikulum pada tiap masanya maka pendidikan di Indonesia akan tertinggal dari negera yang telah mengembangkan kurikulumnya menjadi lebih baik sesuai masanya.
Dalam melakukan pengembangan kurikulum tersebut, tentu menggunakan pendekatan (approach) yang digunakan dalam menyusun kurikulum pendidikan untuk disemua tingkatan pendidikan. Sehingga pendekatan yang diambil inilah yang menentukan arah pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Indonesia selain pertimbangan strategi kurikulum, perubahan sarana kurikulum atau perubahan sistem evaluasi kurikulum misalnya.
Keyword: approach; kurikulum; pendekatan kurikulum
A.   Pendahuluan
Kurikulum menjadi salah satu komponen penting dalam pendidikan yang menjadi acuan para pelaksana pendidikan menentukan arah tujuan pendidikan dan hendak kemana peserta didik untuk dibawa. Oleh karenanya, kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan, sehingga seluruh elemen yang terlibat harus benar-benar memahami kurikulum yang disusun, agar tujuan pendidikan dapat dicapai dengan maksimal.[1] Dan guru adalah pelaksana dan kunci dari keberhasilan kurikulum tersebut, sehingga sejatinya gurulah yang sebenarnya sebagai perencana, pelaksana, penilai, dan pengembang kurikulum di sekolah.
Dengan pendekatan (approach) kurikulum, diharapkan pengembangan kurikulum yang dihasilkan dapat mencapai tujuan dari Sistem Pendidikan Nasional yang tentunya juga dengan didasari pada landasan-landasan pokok dan kokoh dalam merumuskan kurikulum.[2] Dari banyak ahli kurikulum yang ada, akan didapati berbagai pendapat mereka tentang pendekatan kurikulum pendidikan yang satu dan yang lainya agak berlainan dengan fokus utama tertentu. Adapun dalam penulisan ini akan mengambil pendapat utama dari Prof. Dr. S. Nasution M.A dalam bukunya Kurikulum dan Pengajaran, yang menurutnya boleh dikatakan telah mencakup kebanyakan dari pendekatan utama dewasa ini (Nasution, 1989:43). Tetapi kami akan menambahkan secara ringkas pendekatan yang digunakan pemerintah dalam menyusun kurikulum 2013 yang saat ini telah diterapkan disebagian wilayah Indonesia.
B.   Pendekatan-Pendekatan Kurikulum
Untuk mendesain kurikulum yang juga mempertimbangkan landasan-landasan (determinan) kurikulum, pasti pendekatan-pendekatan yang sesuai dan terbaiklah yang akan dipilih sehingga terselenggara pendidikan yang dinamis.
Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat, bakat kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah, sehingga dapat mempelancar program pendidikan salam rangka perwujudan dan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berikut adalah pendekatan-pendekatan kurikulum (Nasution, 1989: 43-58), yakni ada 6 (enam) pendekatan yaitu sebagai berikut:
1.     

1
Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)
Pendekatan ini menggunakan bidang studi (mata pelajaran) sebagai dasar mengorganisasi kurikulum, misalnya Matematika, Sains, Sejarah, IPA, IPS dan sebagainya sebagai suatu disiplin ilmu yang setiap mata pelajarannya terpisah antara satu dan lainnya yang tidak saling berhubungan dan berkaitan. Pola dan implementasi pendekatan ini terpisah-pisah dengan sistem pembagian tanggung jawab guru sebagai ‘guru mata pelajaran’, yang hanya bertanggung jawab terhadap mata pelajaran semata, tanpa ada keharusan mengorelasikan dengan mata pelajaran yang lain.[3]
Sehingga dalam 1 (satu) bidang studi/mata pelajaran, dapat didetailkan perbedaan didalamnya dalam bentuk macro organizer (misal: Matematika), yang didalamnya terdapat organizer (misal: Aljabar, Geometri, Kalkulus) dan yang didetailkan lagi didalamnya yakni micro organizer (misal: Aljabar I, Aljabar II, dan lain-lain). Sehingga utamanya dalam pendekatan ini adalah guru yang mengajar menguasai disiplin ilmu tersebut, baik bahan dan proses ajarnya.
2.      Pendekatan Interdisipliner
Pendekatan ini mencoba menggabungkan beberapa mata pelajaran/disiplin ilmu, dengan memperhatikan masalah-masalah sosial dikehidupan nyata atau peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sebagai pertimbangan dalam menyusun kurikulum.
Berikut beberapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum.
1)      Pendekatan Broad Field
Pendekatan interdisipliner ini agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak dalam kehampaan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Yang melibatkan banyak disiplin ilmu dalam pelajaran tersebut, misalnya IPS yang melibatkan geografi, ekonomi, matematika, sejarah, sains, politik, dan sebagainya.
Pendekatan ini juga digunakan agar siswa memahami hubungan kompleks kejadian dunia, misalnya antara perang Vietnam dan Korea dengan kebangkitan ekonomi Jepang, antara perang Irak-Iran dengn harga minyak bumi di Indonesia, atau antara ilmu pengetahuan dengan teknologi dengan segala aspek kehidupan manusia, dan lain-lain.
2)      Pendekatan Kurikulum Inti (Core Curriculum)
Kurikulum inti merupakan kurikulum yang berlaku secara nasional dan merupakan suatu program yang berisikan bahan kajian pokok yang secara minimal wajib dikuasai atau dipelajari oleh semua peserta didik di semua satuan dan jenjang pendidikan (Idi, 2007: 255).[4]
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Adapun konsep dari kurikulum inti adalah memberikan tekanan pada keperluan sosial terutama pada persoalan dan fungsi sosial (society centered), dengan ciri-ciri sebagai berikut:[5]
a)      penekanan pada nilai-nilai sosial,
b)      struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial dan per-kehidupan sosial,
c)      pelajaran umum diperuntukkan bagi semua siswa,
d)      aktivitas direncanakan oleh guru dengan siswa secara kooperatif.
Selain pada masalah sosial, pendekatan ini juga didasari untuk masalah personal siswa, agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya, dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan masalah sosial personal masa kini.
3)      Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti juga digunakan dalam kurikulum perguruan tinggi. Dengan ‘core’ dimaksud, pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu yang dianggap esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan, yang dianggap layak dimiliki mahasiswa lepas dari jurusan yang dipilihnya. Misalnya, mahasiswa tidak diwajibkan mengikuti mata kuliah tertentu, akan tetapi bersama penasehatnya memilih mata kuliah yang memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan dan serta minat mahasiswa.[6]
4)      Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikulum ini mengfusikan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional menjadi bidang studi baru misalnya:
·     Geografi + Geologi + Botani + Arkeologi ® Earth Sciences (Ilmu Pengetahuan Bumi)
·         Fusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi:
Biologi + Fisika ® Biofisika, Biologi + Kimia ® Biokimia/Biogenetika
3.      Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini juga disebut Rekonstruksi Sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk dan lain-lain.
Dalam gerakan rekonstruksionisme ini terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangannya tentang kurikulum, yaitu:
a)      Rekonstruksionisme konservatif. Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan pada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
Peranan guru ialah sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum ini konsisten dengan falsafah pragmatisme.
b)  Rekonstruksionisme Radikal. Aliran ini berpendapat, banyak negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Golongan ini menganjurkan agar pendidik formal maupun non-formal mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
Kedua pendirian dari gerakan ini saling bertentangan tetapi mempunyai persamaan yakni untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat. Perbedaannnya terletak pada definisi (tafsiran) masing-masing tentang ‘perbaikan’ dan cara pendekatan terhadap masalah.
4.      Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa (student centered), dan mengutamakan perkembangan efektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik (humanistik) yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberi hasil maksimal.
Kurikulum humanistik didasarkan atas apa yang terkadang disebut psikologi humanistik yang erat kaitannya dengan psikologi lapangan (field psycology) dan teori kepribadian (khususnya Maslow). Pendekatan ini tampak pada interaksi dikelas, dalam suasana belajar, dalam menyajikan pelajaran. (Nasution, 1989:50).
5.      Pendekatan Accountability
Pendekatan accountability[7] berpusat pada tugas-tugas yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan agar lebih memperhatikan pengukuran efektifitas pendidikan berdasarkan standar akademis yang ditetapkan terlebih dahulu secara cermat dengan mempertimbangkan sumber yang tersedia. Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu.
Agar memenuhi tuntutan itu, para pengembang kurikulum terpaksa menspesifikasikan tujuan pelajaran agar dapat mengukur prestasi belajar. Pendekatan ini terdapat dua sistem yang bersifat tertutup dan sistem terbuka.
6.      Pendekatan Pembangunan Nasional
Hingga batas tertentu kurikulum ini terdapat di semua sekolah. Pendekatan ini mengandung tiga unsur:
1)      Pendidikan kewarganegaraan.
Peran pendidikan ini adalah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagai warga negara yang aktif.
2)      Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional.
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
3)      Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari.
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:
·         Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistem ekonomi suatu negara.
·         Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
·         Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
·         Keterampilan sebagai warga negara yang baik.
Demikian adalah pendekatan-pendekatan menurut Prof. Dr. S. Nasution M.A dalam bukunya Kurikulum dan Pengajaran (Bandung, 1989). Adapun dalam kurikulum 2013, pendekatan yang digunakan menggunakan pembelajaran tematik-integratif dengan pendekatan ilmiah (scientific approach)[8] yang menjadikannya sebagai salah satu unsur yang membedakan dari kurikulum sebelumnya. Berikut penjelasan ringkasnya.
v  Pembelajaran Tematik-Integratif
Pembelajaran ini adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik.
Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karna tumpang tindih materi dapat dikurangi.
v  Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)
Pendekatan ini dalam pembelajarannya berpusat pada peserta didik (student oriented) dan mempuyai tahapan proses pembelajaran menyentuh pada ranah, yaitu: sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sehingga pada kurikulum 2013 ini ditekankan dalam proses pembelajarannya untuk mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan menyimpulkan, dan mencipta. Peserta didik diharapkan mempunyai keterampilan proses, yang dikembangkan melalui pengalaman pembelajaran.[9] Seperti layaknya ilmuwan, yang memiliki rasa ingin tahu sehingga peserta didik terampil berfikir, berinteraksi dan mencoba (experiment) hal baru.
C.   Kesimpulan
Kurikulum sangatlah penting bagi pendidikan, dalam pengembangannya diperlukan pendekatan-pendekatan yang menentukan tujuan pendidikan peserta didik. Prof. Dr. S. Nasution adalah salah satu ahli dalam bidang pendidikan menurutnya ada 6 (enam) pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yakni pendekatan: Bidang Studi, Interdisipliner, Rekonstruksionisme, Humanistik, Accountability, dan Pembangunan Nasional.
Akan tetapi dalam kurikulum 2013, pendekatan yang diambil adalah pendekatan ilmiah (scientific approach) dengan pembelajaran tematik-integratif yang belum pernah dipakai pada kurikulum sebelumnya. Yang mana peserta didik diharapkan mempunyai keterampilan proses, yang dikembangkan melalui pengalaman pembelajaran dari tema-tema yang disusun didalam kurikulum pembelajaran.
Jadi, perkembangan kurikulum sangatlah dinamis bukan statis, sehingga pembelajarannya akan menselaraskan sarana dan prasarana dan sumber-sumber yang ada untuk mendapatkan mutu dan tujuan pendidikan terbaik.
D.   Daftar Pustaka
Hernawan, Asep Hendry dkk. 2011. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas             Terbuka.
Umar, dkk. 2016. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Transformatif. Yogyakarta: Deepublish.
Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet. 5, Februari 2009.
Shobirin, Ma’as. 2016. Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar. Yogyakarta:   Deepublish.



                [1] Ma’as Shobirin, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar, (Yogyakarta: Deepublish, Juni 2016), Hal. 19.
                [2] Tujuan pendidikan nasional dapat dilihat jelas dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, bahwa “... bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”. (Ibid., Hal. 26).
Dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 BAB XIA pasal 77A termuat kerangka dasar yang berisi landasan kurikulum yang ditetapkan pemerintah yaitu landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis.
(Umar dkk., Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Transformatif, Yogyakarta: Deepublish, Oktober 2016, Hal. 12-13).
                [3] Lihat: Asep Hendry Hernawan dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka, 2011, hal. 2.25
                [4] Rini Fatmawati, Kurikulum Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar, (WARTA, Vol .12, No.2, Sep. 2009), hal. 8
                [5] Sukaya, Pengembangan Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi, (Jurnal Teknologi Informasi & Pendidikan: Vol. 1 No. 1 Maret 2010), hal. 8-9.
                [6] Nasution, Loc. Cit., hal. 46
                [7] Accountability yang sistematis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industri pada permulaan abad 20, yang kelak dikenal sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. (Ibid., hal. 50)
                [8] Umar dkk., Loc. Cit., hal. ix-x.
                [9] Ibid.
Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: