Rabu, 16 Oktober 2019

HADITS ‘ALIY, NAZIL DAN MAUQUF | Al-Manzhumah al-Baiquniyyah Bait ke-14 dan 15




HADITS ‘ALIY, NAZIL DAN MAUQUF


Hadist 'Aliy dan Hadist Nazil
وَكُلُّ مَا قَلَّتْ رِجَالُهُ عَلاَ ... وَضِدُّهُ ذَاكَ الَّذِيْ قَدْ نَزَلاَ
Dan setiap (hadits) yang sedikit (jumlah) rawinya adalah tinggi (sanadnya, hadits ‘aliy). Dan lawan dari hadits tersebut adalah (hadits) yang turun (sanadnya, hadits nazil)



Kedua istilah ini adalah diantara bahasan hadits yang hanya terkait dengan sanad, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan matan. Sanad ‘aliy adalah sanad yang jumlah perawinya sedikit. 

Sehingga antara seorang muhaddits dengan Rasulullah hanya terdapat beberapa jumlah perawi saja. Sedangkan nazil adalah kebalikan dari ‘aliy, ia adalah sanad yang jumlah perawinya banyak.

Menurut bahasa, al-‘aliy merupakan isim fa’il dari kata al’uluw, lawan dari kata an-nuzul. Sedangkan an-nazil adalah isim fa’il dari kata an-nuzul. 

Menurut istilah, (1) al-isnad al-‘adl yaitu hadits yang jumlah bilangan rawinya lebih sedikit dibandingkan dengan sanad yang lain yang menyangkut hadits tersebut; (2) al-isnad an-nazil yaitu hadits yang jumlah bilangan rawinya lebih banyak dibandingkan dengan sanad lain yang menyangkut hadits tersebut.

Tentu saja masalah ‘aliy dan nazil ini bersifat relatif. Karena sebuah sanad terkadang disebut aaly saat dibandingkan dengan suatu sanad, namun disebut nazil jika dibandingkan dengan sanad yang lain. Begitu juga dengan sanad nazil.

Sanad yang ‘aliy terbagi menjadi lima macam; satu diantaranya ‘uluw mutlak, sedangkan sisanya ‘uluw nisbi.

a. Dekat dengan Rasulullah saw. dengan sanad yang shahih lagi bersih. Ini yang disebut dengan ‘uluw mutlak, dan paling tinggi kualitasnya.
b. Dekat dengan imam-imam hadits. Meski banyak yang setelahnya sampai kepada Rasulullah saw. Tentu saja sanadnya harus shahih lagi bersih.
c. Dekat dengan riwayat salah satu dari kitab yang enam atau kitab-kitab rujukan lainnya. Ini yang banyak diperhatikan oleh para ulama kontemporer, berupa muwafaqah, ibdal, musawah dan mushafahah.
d. ‘Uluw karena rawi meninggalnya lebih awal. Contohnya apa yang dikatakan Imam al-Nawawi: “Apa yang diriwayatkan dari tiga orang dari Baihaqi dari al-Hakim itu lebih tinggi dibandingkan yang diriwayatkan dari tiga orang dari Abu Bakar bin Khalaf dari al-Hakim, karena Baihaqi meninggal lebih dulu dari pada Ibnu Khalaf."
e. ‘Uluw karena mendengarnya lebih awal. Yaitu mendengar dari syeikhnya lebih dulu. Siapa saja yang mendengar dari gurunya lebih awal maka lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendengarkan belakangan. 

Contohnya: dua orang mendengar dari syeikhnya. Yang satu telah mendengar dari syeiknya itu sejak enam puluh tahun lalu, sedangkan yang lainnya sejak empat puluh tahun lalu, sementara jumlah bilangan rawi keduanya sama, maka yang pertama itu lebih tinggi dibandingkan dengan yang kedua. Ini menjadi penguat bagi yang gurunya bercampur atau pikun.
Sanad nazil juga terbagi lima, dan hal itu diketahui dari lawannya. Setiap bagian dari ‘uluw merupakan lawan dari bagian nuzul.

Apakah ‘uluw lebih utama dibandingkan nuzul?
a. ‘Uluw lebih utama daripada nuzul. Ini merupakan pendapat yang benar menurut jumhur, karena menjauhkan banyaknya kerusakan pada hadits. Sedangkan nuzul itu disukai. Ibnu Madini berkata, “Nuzul itu adalah cela.” Ini terjadi jika sanadnya sama-sama kuat.
b. Nuzul lebih utama, asalkan sanad yang nuzul bisa dibedakan dengan manfaat tertentu [seperti rawi-rawinya lebih tsiqah, atau lebih hafal, atau lebih faqih dibandingkan dengan rawi pada sanad ‘uluw].

Apabila diperhatikan berdasarkan keterangan diatas maka hadits 'aliy semata mata menunjukkan pada sedikitnya sanad sampai kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, dan tidak menyinggung pada dhabt atau adaalah rawi dan semisalnya diantara syarat syarat hadits diterima.

Catatan penting:
Sanad merupakan hal yang spesifik dan keutamaan yang dimiliki umat ini, yang tidak dimiliki umat-umat lain sebelumnya. Dan termasuk sunnah muakaddah. Seorang muslim bersandar pada sanad dalam menyampaikan hadits maupun berita. Imam Ibnu al-Mubarak berkata, “Sanad itu merupakan bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad, pastilah manusia itu akan berkata sekehendaknya.”
Sementara itu ats-Tsauri berkata, “Sanad itu senjatanya orang mukmin.” Mencari sanad yang tinggi disunnahkan. Ahmad bin Hambal berkata, “Mencari sanad yang tinggi merupakan sunnah dari pada generasi salaf.” Ini dilakukan oleh shahabat-shahabat Abdullah bin Mas’ud. Mereka melakukan perjalanan dari Kufah ke Madinah guna belajar dari Umar dan mendengarkan hadits dari beliau. Karena itu melakukan perjalanan untuk mencari hadits amat dianjurkan. Bukan hanya satu orang dari kalangan shahabat yang melakukan perjalanan guna mencari sanad yang tinggi. Di antara mereka adalah Abu Ayyub dan Jabir ra.

-----------------------------------

Hadist Mauquf

وَمَا أَضَفْتَهُ إِلَى الْأَصْحَابِ مِنْ ... قَوْلٍ وَفِعْلٍ فَهْوَ مَوْقُوْفٌ زُكِنْ
Dan (khabar) yang engkau sandarkan kepada sahabat dari ... Perkataan dan perbuatan, maka ia adalah mauquf (sebagaimana) diketahui




Bait ini menyebutkan definisi hadits mauquf yang telah lalu penyebutannya dalam klasifikasi hadits dari sisi kepada siapa ia disandarkan. Hadits mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada para sahabat, baik terkait dengan perkataan, perbuatan, penetapan atau sifat. Maka, ia juga disebut atsar.

Secara bahasa, mauquf merupakan isim maf’ul dari kata al-waqfu; seolah-olah si rawi menghentikan hadits hanya sampai shahabat, dan sisa rantai sanadnya tidak saling berurutan. Menurut istilah, sesuatu yang disandarikan kepada shahabat, baik itu perkataan, perbuatan maupun taqrir, baik sanadnya itu muttashil atau pun munqathi’. 

Maka hadits mauquf ada 3 jenis, yaitu:
- Mauquf qauliy: sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu yang berkata : " Berbicaralah kepada manusia dengan kadar pengetahuannya, sukakah kalian Allah dan Rasul-Nya didustakan ? " (HR Imam Al Bukhari secara muallaq)
- Mauquf filiy: sebagaimana perkataan Al Imam Al Bukhari,  "Bahwasanya Ibnu Abbas mengimami manusia dalam keadaan beliau bertayamum."
- Mauquf taqririy: sebagaimana apabila ada seorang (sekelompok) tabi'in berkata, " Kami melakukan ini, dihadapan shahabat dan mereka tidak mengingkarinya."

Hal ini dengan catatan jika apa yang disandarkan kepada sahabat tersebut tidak terdapat padanya qarinah (indikasi) bersumber dari Nabi. Jika padanya terdapat qarinah tersebut, maka sebagaimana dalam pembahasan hadits marfu’, ia termasuk hadits marfu hukmi.

Apabila ada shahabat yang berkata, "Termasuk sunnah " atau " Kami melakukan ini dan itu pada zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam ", maka kesemua ini dihukumi sebagai marfu, ditinjau dari sisi hujjah.

Hadits mauquf itu –seperti yang sudah diketahui- bisa shahih, hasan atau pun dla-if. Namun demikian, walaupun keshahihannya sudah bisa dipastikan, apakah diperlukan? Jawabannya adalah bahwa pada dasarnya hadits mauquf itu tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, sebab hadits mauquf itu adalah perkataan dan perbuatan shahabat. akan tetapi jika bisa dipastikan maka hadits-hadisnya bisa memperkuat sebagian hadits-hadits dhaif –sebagaimana dibahas dalam hadits mursal- karena yang dilakukan shahabat adalah perbuatan sunnah. Ini kalau tidak termasuk hukum hadits marfu’. Namun jika termasuk hukum hadits marfu’, haditsnya bisa dijadikan sebagai hujjah sebagaimana hadits marfu’.

Wallahu a’lam. [MKH Khadimus Sunnah]


Kitab: al-Taqriiraat al-Saniyyah (Syarh al-Manzhumah al-Baiquniyyah)
Penyusun: Syeikh Hasan Muhammad al-Masyaath
Kitab Tambahan: Taysir Musthalah al-Hadits
Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: