Kamis, 02 Agustus 2018

TAFSIR AYAT TENTANG ALLAH SWT: Q.S AL BAQARAH AYAT 164




Oleh:
Rendra Fahrurrozie
STIT Sirojul Falah Bogor, Jawa Barat


Islam diturunkan Allah SWT kepada manusia seluruhnya melalui dakwah dan pengajaran agung Rasulullah sebagai rahmah bagi seluruh alam, serta penutup seluruh para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan syariah (aturan) Allah SWT dimuka bumi bagi seluruh alam.
Al Qur’an adalah sumber syariat Islam itu, yang mampu menjawab segala sesuatu permasalah manusia. Permasalahan yang sering muncul adalah tentang Allah SWT itu sendiri, tentang ketuhanan dan kekuasaanNya. Umat Islam banyak yang menjawab permasalahan ini, baik secara aqly (akal) maupun naqly (menggunakan nash). Keduanya dibenarkan oleh syariat untuk ma’rifat (mengenal) kepada Allah SWT, tanpa ada pertentangan dari keduanya.
Adapun mengenal Allah SWT melalui nash (Al Qur’an) salah satunya adalah dengan menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an. Tafsir sangat diperlukan dalam memahami secara mendalam ayat Al Quran terutama karena memandang ada yang masih sangat sulit difahami seperti ayat­ayat musyâbihât.
Tafsir yang utama dan pertama dari Al Qur’an tidak lain adalah As Sunnah. Sehingga tidak diperkenankan menafsirkan Al Qur’an berlawanan dengan As Sunnah, bahkan wajib bagi As Sunnah menyoroti tiap-tiap tafsir yang hendak di tafsirkan oleh seorang mufassir.[1] Ini dijelaskan Allah SWT dalam Al Qur’an sebagai berikut:
وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ وَلَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ ٤٤
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu (Muhammad) menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (Q.S an Nahl: 44)

1
Tentu saja setelah penafsiran dari As Sunnah adalah penafsiran dari para sahabat-sahabat Rasulullah , sebab mereka hadir saat ayat-ayat Al Qur’an diturunkan dan mengetahui sebab-sebab turunnya ayat (asbab an nuzul). Kemudian generasi tabi’in dan generasi selanjutnya yakni para tabi’ut tabi’in dan para ulama setelahnya yang menafsirkan Al Qur’an dengan metode dan syarat-syarat tertentu seorang ulama mufassir.[2]
Oleh sebab itu, sangatlah tepat apabila penafsiran ayat-ayat Al Qur’an mengenai Allah SWT dapat dilihat dari kajian As Sunnah, atsar sahabat, dan generasi ulama setelahnya.

A.     Mengenal Allah SWT Melalui Q.S Al Baqarah Ayat 164
Menjadikan ayat Al Qur’an sebagai jalan mengenal Allah SWT adalah dengan melalui penafsiran ayat-ayat Al Qur’an dari para mufassir, ini merupakan jalan yang baik dan terpuji. Sebab, banyak ayat Al Qur’an mengajak manusia (seluruhnya) untuk berfikir akan keberadaanNya, dan mengetahui akan sifat-sifatNya.
Al Qur’an menjadikan makhluk-makhluk di alam semesta ini sebagai objek untuk mengenalNya, dari ciptaanNya itulah tanda-tanda keberadaanNya dan sifat-sifatNya dapat dipahami oleh manusia. Sehingga keimanan kepadaNya semakin kokoh dan memiliki pondasi kuat untuk beribadah kepadaNya.
Dalam makalah ini kami cukup memberikan satu misal ayat didalam Al Qur’an tentang Allah SWT agar manusia mengenalNya dan menjadi bukti akan keberadaanNya yakni Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 164 akan tetapi dengan pandangan dari beberapa mufassir.
Berikut firman Allah SWT dalam Al Qur’an tersebut.

إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٖ وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلۡمُسَخَّرِ بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ ١٦٤
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Q.S Al Baqarah:164)

B.   Tafsir Ulama Atas Q.S Al Baqarah Ayat 164
1.      Penafsiran Al Hafidz Ibnu Katsir 
a.      Asbab An Nuzul[3]
Asbab An nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) ini Ibnu Abbas mengatakan bahwa:
Para tokoh Quraisy datang bertanya kepada Nabi Muhammad . “Ya Muhammad, kami ingin kamu meminta kepada Tuhanmu agar mengubah bukit Shafa menjadi emas untuk kami gunakan membeli kuda dan senjata, dan kami akan beriman dan berperang bersamamu.” Nabi Muhammad bersabda, “Kuatkan janjimu kepadaku, jika aku berdoa kemudian Tuhan mengubah bukit Shafa menjadi emas, apakah kalian benar-benar akan beriman kepadaku?” Maka merekapun berjanji. Nabi berdoa, tiba-tiba datang malaikat Jibril dan berkata, “Ya Muhammad, Tuhanmu akan mengabulkan permintaanmu untuk mengubah bukit Shafa menjadi emas, tetapi jika kaummu tidak beriman mereka akan disiksa dengan siksa yang tidak pernah ditimpakan kepada seorangpun seorangpun dialam ini.” Nabi berkata, “Jika demikian tidak, Ya Tuhan, biarkan aku ajak kaumku dari hari ke hari.” Maka Allah SWT menurunkan ayat 164 ini (HR Ibnu Murdawaih).
Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim ada tambahan, “Bagaimana mereka meminta bukit Shafa menjadi emas, padahal mereka telah melihat bukti-bukti kekuasaan Allah yang jauh lebih besar dari bukit Shafa.”
Adapun Atha’ Al Kurasani mengatakan, bahwa ayat:
وَإِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ ١٦٣
Diturunkan di Madinah, maka orang-orang kafir Quraisy di Mekah berkata, “Bagaimana mungkin menyelesaikan urusan semua manusia hanya dengan satu Tuhan.” Maka Allah SWT menurunkan ayat lanjutan, yakni ayat 164 ini.
            Adapun Abu Adh Dhuha menuturkan, bahwa ketika turun ayat:
وَإِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ ١٦٣
Kaum musyrik berkata, “Jika benar demikian, maka tunjukkan bukti kepada kami.” Lalu Allah SWT menurunkan ayat 164 ini.


b.      Tafsir Mufrodah (Per Kalimat)[4]
Berikut tafsir Mufradah (per kalimat) atas ayat 164 bahwa Allah SWT berfirman إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ  “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,” yaitu dalam ketinggian, kelembutan dan keluasannya, serta bintang-bintang yang bergerak dan yang diam juga peredaran dalam garis edarnya; dataran rendah dan dataran tinggi, gunung, laut, gurun pasir, kesunyian, keramaian, dan segala manfaat yang terdapat didalamnya, pergantian siang dan malam, satu pergi dan yang lain menggantikannya dengan tidak saling menggantikannya dengan tidak mendahului dan tidak sedikit pun mengalami keterlambatan meski hanya sekejap. Sebagaimana firman Allah SWT:
لَا ٱلشَّمۡسُ يَنۢبَغِي لَهَآ أَن تُدۡرِكَ ٱلۡقَمَرَ وَلَا ٱلَّيۡلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِۚ وَكُلّٞ فِي فَلَكٖ يَسۡبَحُونَ ٤٠
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Q.S Yasin: 40)

Terkadang yang satu panjang dan yang lain pendek. Terkadang yang satu mengambil bagian yang lain, lalu saling menggantikan. Sebagaimana firman Allah SWT:
يُولِجُ ٱلنَّهَارَ فِي ٱلَّيۡلِ وَأَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعُۢ بَصِيرٞ ٦١
“Allah (kuasa) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan bahwasanya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S Al Hajj: 61)

Artinya, menambahkan malam ke dalam siang, dan siang ke dalam malam.
            FirmanNya, وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ  “Dan bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia” Artinya, dalam penghamparan laut oleh Allah SWT sehingga bahtera itu dapat berlayar dari satu sisi kesisi yang lain untuk kepentingan manusia dan agar mereka dapat mengambil manfaat dari penduduk suatu daerah dan membawanya kedaerah yang lain silih berganti.
            Adapun firmanNya, وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya” firman ini seperti firmanNya yang lain:
وَءَايَةٞ لَّهُمُ ٱلۡأَرۡضُ ٱلۡمَيۡتَةُ أَحۡيَيۡنَٰهَا وَأَخۡرَجۡنَا مِنۡهَا حَبّٗا فَمِنۡهُ يَأۡكُلُونَ ٣٣ وَجَعَلۡنَا فِيهَا جَنَّٰتٖ مِّن نَّخِيلٖ وَأَعۡنَٰبٖ وَفَجَّرۡنَا فِيهَا مِنَ ٱلۡعُيُونِ ٣٤ لِيَأۡكُلُواْ مِن ثَمَرِهِۦ وَمَا عَمِلَتۡهُ أَيۡدِيهِمۡۚ أَفَلَا يَشۡكُرُونَ ٣٥ سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡأَزۡوَٰجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلۡأَرۡضُ وَمِنۡ أَنفُسِهِمۡ وَمِمَّا لَا يَعۡلَمُونَ ٣٦
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air. Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur. Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Q.S Yasin: 33-36)

            Adapun firmanNya وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٖ Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan,” dalam berbagai macam bentuk, warna dan manfaat, kecil dan besar. Dan Dia mengetahui semuanya itu dan memberikan rezeki kepadanya, tidak ada satupun dari hewan-hewan itu yang tidak terjangkau atau tersembunyi dariNya.
            Adapun firmanNya وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ dan pengisaran angin” artinya terkadang angin itu berhembus dengan membawa rahmah  dan kadang berhembus dengan membawa malapetaka. Terkadang datang membawa berita gembira dengan berhenti dihadapan awan sehingga turun hujan, dan kadang berhembus mengiring awan tersebut, terkadang mengumpulkannya, dan terkadang mencerai beraikannya. Terkadang berhembus dari arah selatan, dan terkadang dari arah utara. Dan terkadang dari arah timur yang mengenai bagian depan Ka’bah dan terkadang dari arah barat yang mengenai bagian belakang Ka’bah. Waallahu’alam.
            Adapun firmanNya وَٱلسَّحَابِ ٱلۡمُسَخَّرِ بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;”. Artinya berjalan diantara langit dan bumi, yang diarahkan oleh Allah SWT menuju wilayah dan tempat-tempat mana saja yang dikehendakiNya, sebagaimana Dia mengendalikannya, لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” Maksudnya, pada semuanya itu terdapat bukti-bukti yang jelas menunjukkan keesaanNya.


2.     Penafsiran Imam Jalalain

          Tafsir ini terkenal dengan tafsir Jalalain (dua Jalal, Jalaluddin As-Suyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally), metode tafsir ini sangat berbeda dengan tafsir Ibnu Katsir yang membahas Asbab An Nuzul menyertakan penafsiran dari ayat Al Qur’an ang lain. Akan tetapi dengan menafsirkan langsung per kalimat menurut pemahaman kedua ulama tersebut secara aqly (akal/ra’yi).
Berikut adalah penafsiran atas Q.S Al Baqarah ayat 164 tersebut.[5]


Artinya,  (إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ) yakni keajaiban-keajaiban yang terdapat pada keduanya (وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ) dengan datang dan pergi, bertambah serta berkurang, ( وَٱلۡفُلۡكِ) atau kapal-kapal (ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ) tidak tenggelam atau terpaku di dasar laut (بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ) berupa barang-barang perdagangan dan angkutan, (وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ) hujan, (فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ) yakni dengan tumbuhnya tanam-tanaman (بَعۡدَ مَوۡتِهَا) maksudnya setelah keringnya (وَبَثَّ) (فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٖ) karena mereka berkembang biak dengan rumput-rumputan yang terdapat di atasnya, (وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ) memindahkannya ke utara atau ke selatan dan mengubahnya menjadi panas atau dingin (وَٱلسَّحَابِ) (ٱلۡمُسَخَّرِ) atas perintah Allah Taala, sehingga ia bertiup ke mana dikehendaki-Nya (بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ) tanpa ada hubungan dan yang mempertalikan (لَأٓيَٰتٖ) yang menunjukkan keesaan Allah Taala (لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ) serta merenungkan.




3.      Penafsiran Prof. DR. HAMKA Dalam Tafsir Al Azhar

            Dalam penyusunan Tafsir al-Azhar, Buya HAMKA menggunakan metode tahlili (analitis), tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, tafsir Al-Qur’an dengan hadits, pendapat sahabat dan tabi’in, tafsir dengan tafsir muktabar, penggunaan syair, menggunakan analisis bilma’tsur, menganalisis dengan kemampuan analisis sendiri, dan disusun tanpa membawa pertikaian antar madzhab.
            Setelah Ayat 163, maka datanglah ayat selanjutnya, lihatlah alam sekeliling ini:
إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ  "Sesungguhnya pada kejadian semua langit dan bumi." (pangkal ayat 164).
Pertama sekali perhatikanlah kejadian seluruh langit dan bumi; menghadap dan menengadahlah ke langit yang tinggi itu. Berlapislapis banyaknya, hanya mata kita dalam tubuh yang kecil ini hanya dapat melihatnya sedikit sekali. Sungguhpun sedikit yang dapat dilihat sudahlah sangat mengagumkan. Langit itu membawa perasaan kita menjadi jauh dan tersentuh sekali. Mengagumkan pada malam hari dan menakjubkan pada siang hari.
            Di sana terdapat berjutajuta bintang hanya sedikit yang dapat dilihat dengan mata, dan lebih banyak lagi yang.tidak terlihat. Bumi adalah salah satu dari bintangbintang yang banyak itu. Kita yang berada di bumi ini merasa bumi sudah besar, padahal dia hanya laksana sebutir pasir saja di antara bintang berjuta. Wahai, alangkah dahsyatnya kekuasaan Tuhan di langit.
            Tidak mungkin semuanya itu terjadi dengan sendirinya. Suatu masa lantaran kagumnya manusia pada bintang bintang, ada yang menyangka itulah Tuhan. Ini menjadi bukti bahwa akal dan perasaan manusia sejak zaman purbakala telah merasakan bahwa tidaklah alam itu terjadi dengan sendirinya.
            Bertambah tinggi pengetahuan manusia tentang ilmu falak (perbintangan) , bertambah manusia kagum tentang sangat teraturnya perjalanan cakrawala langit itu. Adanya peraturan memastikan fikiran sampai pada adanya yang mengatur.
            Setelah lama kita menengadah ke langit, marilah berfikir tentang bumi. Pada kejadian bumipun adalah hal yang menakjubkan. Ta'jub yang tidak akan selesai selesainya selama umur masih ada, selama akal masih berjalan dan selama bumi itu masih terkembang.
            Dia hanya satu di antara berjuta bintang, tetapi alangkah banyaknya rahasia yang terpendam di dalamnya. Perhatian atas kejadian bumi adalah perhatian yang kedua. Bumi itu, hanya seperempat daratan, yang tiga perempatnya adalah lautan. Dalamdaratan yang seperempat luas bumi itu berapa banyaknya rahasia kekayaan Ilahi yang terpendam dan berapalah baru yang diketahui oleh manusia.
            Dan dalam lautan yang tiga perempat luas bumi, baru berapa yang terukur dan baru berapa yang diketahui. Tiap terbuka rahasia yang baru, ternyatalah bahwa di belakangnya berlapislapis lagi rahasia kejadian yang lain. Untuk mengetahui itu, hanya akal manusia jua yang berguna.
            Beriburibu universitas didirikan bagi penyelidikan rahasia bumi, maka semuanya mengagumkan. Mungkinkah semuanya itu terjadi dengan kebetulan? Apakah adanya belerang, minyak tanah, emas, perak dan segala macam logam, garam dan lain lain itu terjadi tidak teratur? llmu telah mengatakan bahwasemuanya itu teratur. Kalau tidak teratur, tidaklah dia menjadi ilmu!
            Kemudian itu masuk kepada perhatian yang ketiga, وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ "Dan perubahan malam dan siang."
Pergiliran bumi mengelilingi matahari dalam garis edarnya sendiri yang menimbulkan hisab atau hitungan yang tepat, sampai dapat membagi tahun, bulan, hari dan jam dan minit serta detik. Sampai dapat mengetahui peredaran musim dalam setahun, sampai manusia hidup di dunia mencocokkan diri dengan edaran malam dan siang itu, sampai manusia mencatat apa yang dinamakan sejarah; baik sejarah ummat manusia seluruhnya, atau sejarah bangsa naik dan bangsa yang punah, atau sejarah orang seorang, mulai lahirnya, hidup dan matinya.
            Teratur edaran malam dan siang itu karena teratur peredaran bumi dan perjalanan matahari, sampai orang dapat menerka akan terjadi gerhana matahari 1,000 tahun lagi, bahkan 100,000 tahun lagi. Dapat manusia memastikannya dengan ilmu, bukan urusan tenung yang ghaib, karena sangat teraturnya. Mungkinkah peraturan yang seperti ini terjadi sendirinya dengan tidak ada yang mengatur?
            Kemudian itu masuk kepada perhatian yang keempat, وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ "Dan kapal yang berlayar di lautan membawa barang yang bermanfaat bagi manusia."
Sesungguhnya sejak zaman purbakala manusia telah tahu membuat kapal. Makanya manusia berani membuat kapal, walaupun pada mulanya sangat sederhana sekali, adalah karena kepada manusia telah diberikan pengetahuan tentang peredaran angin dan kegunaan laut.
            Dengan kapal itu manusiapun mengenal akan manusia di pulau dan benua lain dan terjadilah perhubungan antara manusia karena pertukaran keperluan hidup. Supaya ada pertukaran kepentingan hidup seharihari. Apabila tadi diterangkan, hanya seperempat bagian daratan, dan tiga perempat bagian adalah lautan.
            Beribu kali kapal ditenggelamkan taufan dan ombak yang besar, namun keinginan manusia untuk berlayar tidaklah padam. Di dalam alQuran, selain daripada ayat ini terdapat tidak kurang dari 23 kali sebutan kapal. Bahkan di zaman Nabi Nuh telah dipergunakan kapal untuk pengangkutan besarbesaran. ini menjadi bukti bahwa alQuran telah membayangkan kesanggupan manusia membuat yang lebih sempurna. Sehingga di zaman sekarang berlayar dengan kapalkapal sebagai Empress of Britain, Queen Elizabeth, Queen.Mary; United States dan lainlain, adalah laksana berlayar dalam sebuah negeri. Sampai ada kapal yang mempunyai bioskop sendiri, pemandian besar, surat kabar harian sendiri, televisi sendiri, dan sebagainya.
            Kemudian telah berpindah pula ke udara dengan berbagai ragam penerbangan, sesudah terlebih dahulu menyelam ke dasar laut dengan kapal selam, dan sekarang telah ada kapal selam yang dijalankan dengan tenaga atom. Bagairnana rnanusia akan mencapai kemajuan yang sepesat ini dalam perkapalan, sehingga hubungan dengan bahagianbahagian dunia yang begini jauh sudah demikian rapatnya? lalah karena kepada manusia diberikan ilrnu tentang pelayaran. Dengan mendapat ilmu itu mengertilah manusia akan sebahagian kecil daripada rahasia alam. Dan kembalilah mereka kepada pokok pangkal, yaitu bahwa semuanya ini tidaklah terjadi dengan siasia atau kebetulan. Pasti ada pengaturannya.
            Kemudian itu masuk pula kepada perhatian yang kelima, وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٖ "Dan apa yang diturunkan Allah dari langit daripada air, maka dihidupkanNya dengan (air) itu bumi sesudah matinya, seraya disebarkanNya padanya dari tiap­tiap jenis binatang."
Di sini secara pendek diterangkan kepentingan air hujan, menghidupkan bumi yang telah mati. Bila hujan datang bumi itupun hidup kembali. Tumbuhlah segala macam tumbuhtumbuhan karena adanya air. Hujan itu ada yang meresap ke bawah tanah, kelak menjadi telaga. Ada yang mengalir menjadi sungaisungai bandar berkali untuk mengairi sawah dan ladang , dan alirannya yaAg terakhir melalui tempat yang rendah ialah ke laut. Kelak dari laut akan menguap lagi ke udara, untuk menyusun diri lagi untuk menjadi hujan.
            Dengan adanya hujan atau turunnya air dapatlah segalagalanya hidup, baik tumbuhtumbuhan atau binatang berbagai jenis, termasuk manusia sendiri. Dan berusahalah manusia membuat irigasi, bendungan air, damdam besar. Malahan satu bendungan besar telah dikenal dalam negeri Saba' 1,000 tahun sebelum Nabi Muhammad dan ada ayat yang khas membicarakannya dalam alQuran, bagaimana kemakmuran negeri itu ketika bendungan air masih dipelihara baikbaik, dan bagaimana pula bangsa itu menjadi punah setelah bendungan itu tidak dipelihara lagi, sampai mereka mengembara kian ke mari dibawa nasib.
            Perhatian yang keenam ialah, وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ "dan peredaran angin."
Yang kita sebut di zaman kita ini peredaran cuaca. Bahkan kepandaian manusia di zaman modern, dalam rangka penyelidikan geofisika telah dapat mengetahui peredaran ke timur dan ke baratnya, ke utara dan ke selatannya, menentukan pada jam sekian akan keras angin, pada jam sekian udara agak panas sedikit, dan jam sekian akan turun hujan. Bagaimana usaha manusia akan dapat mengetahui sepasti itu, menjadi ilmu pengetahuan kalau bukan lantaran teraturnya. Siapakah pengatur itu? Niscaya adalah Tuhan (Allah SWT)!.
            Perhatian yang ketujuh, وَٱلسَّحَابِ ٱلۡمُسَخَّرِ بَيۡنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ "Dan awan yang diperintah di antara langit dan bumi."
Pada ayat ini di antara angin dengan awan dipisahkan perhatiannya; karena angin boleh dikatakan dekat kepada manusia setiap hari dan awan beredar pada cakrawala. Yang lebih tinggi. Dia diperintah atau diatur beredar ke sana dan beredar ke mari, membagibagikan hujan dan pergantian suhu pada bumi. Bertambah modern hidup manusia bertambah penting perhatian kepada pergeseran awan itu, untuk menentukan penerbangan kapal terbang di udara.
            Dan di ujung sebagai kuncinya Allah SWT berfirman, لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ "Adalah semuanya itu tanda­tanda bagi kaum yang berakal." (ujung ayat 164).
Pikirkanlah dan renungkan ketujuh soal yang dikemukakan Tuhan itu! Dia menghendaki kita mempergunakan akal. Dia menghendaki manusia menjadi sarjana dalam lapangan masingmasing. Mencari Tuhan setelah mempelajari alam. Itu sebabnya maka di dalam surat Fathir (Surat 35 ayat 28), dengan tegas Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ٢٨
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (yang berpengetahuan). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Di ayat ini disebutkan ulama, menurut artinya yang asli, yaitu orang yang berilmu. Dengan ayat ini dapatlah kita pahamkan bahwasanya mencari Tuhan dalam ajaran Islam ialah dengan memperdalam penyelidikan tentang alam.

  
C.   Hikmah Yang Terkandung Dalam Q.S Al Baqarah 164

            Dari ketiga penafsiran para ulama yang telah bahas, terdapat kandungan hikmah dari Q.S Al Baqarah ayat 164 adalah:
1.      Bukti dan dalil yang menunjukkan kekuasaan Allah kepada manusia. Sebab, bukti yang lahir dari berfikir dan bertafakkur seorang manusia yang kemudian dari berfikir tersebut menghantarkan manusia itu beriman kepada Allah SWT adalah lebih utama dari pada keimanan yang dilandasi ketakjuban akan mukjizat Rasul semata.
Keimanan semacam ini tidaklah menjadikan manusia tersebut akan puas, ia akan terus meminta mukjizat yang lain. Lantas bagaimana dengan generasi setelahnya? Dan pada saat itu Rasul tidak ada lagi? Jika ketergantungan dengan mukjizat Rasul menjadi landasan keimanan, justru tidaklah melahirkan generasi yang ikhlas dan utama dalam beramal shaleh.
2.      Allah SWT adalah satu-satunya pengatur alam semesta yang sempurna. Sebab, Allah SWT yang Esa itu dengan kuasaNya menggerakkan benda-benda langit dan bumi dengan perhitungan dan sangat akurat dalam mempergilirkan segala sesuatunya. Ini adalah tanda kekuasaan yang maha kuasa dan hanya Dialah yang pantas untuk diibadahi.
3.      Allah SWT mengajak manusia untuk berfikir akan segala kuasanya itu. Sebab, orang-orang yang berfikirlah yang mempunyai keimanan yang kokoh dan rasa takutnya akan penciptanya semakin tebal. Sebagaimana dalam Q.S Fathir ayat 28 sebutkan.




DAFTAR PUSTAKA


            Bahreisy. H. Salim, H. Said. 2004. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 1. Surabaya: PT. Bina Ilmu

            HAMKA, Prof. DR. 2015. Tafsir Al Azhar. Kuala Lumpur-Malaysia: PTS Publishing House Sdn. Bhd. Terbitan Pertama, 2015

            M. Abdul Ghoffar E.M, Abdurrahim Mu’thi, Abu Ihsan Al Atsari. 2004. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i



                [1] Prof. DR. HAMKA, Tafsir Al Azhar. Bab:Menafsirkan Al Qur’an, (Kuala Lumpur-Malaysia: PTS Publishing House Sdn. Bhd. Terbitan Pertama, 2015), , Juz 1/hal 23.
                [2] HAMKA mengatakan dalam buknya tafsir Al Azhar , “Maka, agar menafsir dengan akal dapat diterima hendaklah kita isi empat syarat berikut:
a.        Mengetahui bahasa arab, dengan pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan, supaya dapat mencapai makna dengan sejelas-jelasnya.
b.        Jangan menyalahi dasar yang diterima dari nabi Muhammad
c.        Jangan berkeras urat leher mempertahankan satu madzhab pendirian, lalu dibelok-belokkan maksud ayat Al Qur’an agar sesuai dengan madzhab yang dipetahankan itu.
d.       Niscaya ahli pula dalam bahasa tempat dia ditafsirkan.”
                [3] H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy (Penerjemah), Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 1, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2004), hal. 311-312
                [4] M. Abdul Ghoffar E.M., Abdurrahim Mu’thi, Abu Ihsan Al Atsari (Penerjemah), Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004), hal. 315-316
                [5] Dari penafsiran kitab tafsir Jalalain ini, banyak para ulama yang memberikan catatan kaki dan komentar atas kitab ini. Sehingga banyak kajian keilmuan dipesantren menggunakan kitab ini sebagai bahan kajian. Yang menarik dari kitab ini adalah,  tata bahasa yang sangat mudah dipahami oleh setiap kalangan. 

Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: