Sabtu, 24 Oktober 2020

AKAD SALAM WORTEL GRADE A PT. JAYA XXX DAN TINJAUAN FIKIHNYA

 



Oleh: Rendra Fahrurrozie, S.Pd

MES Institut Tazkia | NIM: 2020405016

2005.rendra.016@student.tazkia.ac.id

 

A. Definisi Salam

Kata Salam dan Salaf mempunyai satu makna secara bahasa, yaitu pesanan.[1] Secara syariat, menurut Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim dalam kitab Fath Al-Qarib[2], Salam adalah:

بَيْعُ شَيْئٍ مَوْصُوْفٍ فِيْ الذِّمَّةِ

Artinya: “Menjual sesuatu (barang) yang telah di tetapkan dengan sifat dalam tanggungan (hutang/jaminan)”.

Terdapat pengertian lain, Yusuf As Sabatin dalam bukunya Al-Buyu’ Al-Qadimah bahwa jual-beli salam adalah jual beli barang dengan spesifikasi yang dijamin sampai tempo tertentu dengan sesuatu yang dibayar kontan.[3]

Hal serupa pengertian ini oleh Dr. Erwandi Tarmizi, MA dalam bukunya Harta Haram Muamalat Kontemporer (HHMK), bahwa salam adalah jual beli (bay’) barang dengan cara indent (tempo), uang yang diserahkan tunai dimuka dan barang diserahkan nanti pada waktu yang disepakati.[4]

B. Dalil Jual Beli Salam (Bay’ as-Salam)

Pertama: Ibnu Abbas r.a berkata, “Aku bersaksi bahwa salaf yang dijamin sampai tempo tertentu telah dihalalkan dan diizinkan oleh Allah di dalam Kitab-Nya.” Kemudian ia membaca firman Allah SWT:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ ٢٨٢

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah: 282).[5]

Kedua: Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:

مَنْ أَسْلَفَ فَلْيُسْلِفَ فِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزَنٍ مَعْلُوْمٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُوْمٍ

Artinya: “Siapa saja yang melakukan salaf (pesanan) hendaklah dalam takaran dan timbangan yang jelas sampai tempo yang jelas.[6]

 

C. Skema Jual Beli Salam (Bay’ as-Salam)

Disyaratkan akad bay’ as-salam dengan skema sebagai berikut:

1.      Pembayaran (harga atau ra’sul maal) harus tunai di majelis akad.

2.      Kriteria harus jelas: berat atau takaran barang pesanan. Termasuk sifatnya, atau macamnya, atau jenisnya atau ukurannya.

3.      Waktu penyerahan barang harus jelas, yakni harus dengan tempo (ada penundaan/hutang) yang disepakati.

4.      Tidak boleh tertentu, maksudnya barangnya sudah ditunjuk atau lokasi barang harus keluar dari tempat tertentu oleh pemesan (misal, dari kebun/sawah yang ditunjuk pemesan).[7]

5.      Jarak waktu harus lama penyerahan barangnya, tidak langsung karena jika waktunya pendek akan menjadi tidak sah.

D. Fakta Pemesanan Wortel Grade A Bogor PT. Jaya XXX

Dalam penyediaan Wortel Grade A Bogor untuk dijual kepada konsumen, PT. Jaya XXX yang beralamat di Jakarta melakukan pemesanan Wortel Grade A Bogor kepada penjual wortel grade A di Bogor Jawa Barat.

Dalam pemesanan tersebut dilakukan hal-hal berikut ini:

1.    PT. Jaya XXX menerbitkan surat pembelian (purchase order) kepada penjual Wortel Grade A Bogor, dengan menyebutkan:

Harga yang disepakati, kuantitas (berat) yang harus disediakan, waktu penyerahan, tempat penyerahan wortel grade A, spesifikasi kualitas yang harus ada pada wortel grade A dan ukuran karungnya, adanya uang muka (DP), apabila terjadi return/pengembalian oleh PT. Jaya XXX karna tidak sesuai (kualitas dan kuantitas wortel grade A) maka produk dikembalikan kembali dan uang muka (DP) dikembalikan utuh/penuh ke PT. Jaya XXX.

2.      Surat pembelian (purchase order) dikirimkan melalui aplikasi chating (WhatsApp), kemudian dokumen (surat pembelian) tersebut dicetak/print out oleh penjual Wortel Grade A Bogor kemudian di tanda-tangani, difoto dan dikirimkan kembali melalui aplikasi chating WhatsApp kepada PT. Jaya XXX.

3.      Setelah menerima DP dari PT. Jaya XXX dengan menunjukkan bukti transfer, penjual wortel grade A menyiapkan wortel grade A sebanyak 1200 kg dengan jarak penyiapan sampai pengiriman hingga 10-12 hari.

4.      Selama penyiapan wortel grade A tersebut, penjual wortel grade A terkadang meminta tambahan DP atau bahkan pelunasan. Dan terkadang dilunasi setelah wortel grade A diterima oleh PT. Jaya XXX, dengan jarak pelunasan dalam hitungan jam atau paling lama 1 hari. 

5.      Jika wortel grade A tidak diterima karena alasan kualitas yang buruk dari wortel grade A tersebut, maka wortel grade A tersebut dikembalikan lagi pada penjual, dan diganti yang baru di waktu yang berbeda penyerahannya (tanggalnya).

E. Tinjauan Hukum Bay’ as-Salam Wortel Grade A Bogor PT. Jaya XXX

Jika dimasukkan pada skema bay’ as-salam maka terdapat cacat (fasad) dalam transaksi pemesanan wortel grade A tersebut. Karena tidak melakukan pembayaran harga kontan di awal pemesanan, setelah penjual wortel grade A mengirimkan kesepakatan surat pembelian yang telah ditanda tangani.

Hal ini masuk dalam jual beli hutang dengan hutang yang diharamkan, di dalam buku HHMK-nya Dr. Erwandi Tarmizi, MA, bahwa Ibnu Mundzir berkata, “Para ulama telah sepakat bahwa jual beli utang dengan utang tidak diperbolehkan.” Ini juga difatwakan oleh Majma’ Al-Fiqh Al-Islami (Divisi Fiqh OKI) dalam muktamarnya ke-12 di Riyadh tahun 2000 dengan keputusan No. 107 (1/12), yang berbunyi, “Supply Kontrak, dimana uang pembayaran tidak dibayar tunai di depan maka tidak boleh ... dan termasuk jual beli utang dengan utang”.[8]

Dan juga menurut Yusuf As Sabatin dalam bukunya Al-Buyu’ Al-Qadimah bahwa, “Harga (pembayaran) harus diserahkan secara kontan di majelis akad ... seandainya ia menyerahkan sebagian harga (pembayaran) dan sebagian lagi belum diserahkan, baik lebih banyak atau lebih sedikit, maka salam sah pada harga (pembayaran) yang telah diserahkan saja, sedangkan pada harga yang lain batal.[9] Hal ini adalah keharaman.

F. Solusi Bay’ as-Salam PT. Jaya XXX

Solusi atas transaksi jual beli pesanan (bay’ as-salam) oleh PT. Jaya XXX dan penjual Wortel Grade A Bogor ini adalah dengan 2 (dua) solusi berikut ini:

1.      PT. Jaya XXX menerbitkan surat pembelian (purchase order) sebagai bentuk menjanjikan kepada penjual Wortel Grade A Bogor akan membeli wortel grade A dengan tiada mengikat (andai salah satunya menarik janjinya tidak ada sanksi apapun). Dan setelah barang sudah siap (ada), maka dibuatkan akad jual beli.

2.      PT. Jaya XXX menerbitkan surat pembelian (purchase order) dan penjual Wortel Grade A Bogor menyepakati hal-hal yang ada di dalamnya, kemudian harga (pembayaran) dilakukan di muka secara kontan (tunai) sedangkan wortel grade A disiapkan dengan tempo 10-12 hari kemudian.                                                                                                                                                                                                            

Perihal pengembalian harga (pembayaran), tentunya boleh terdapat khiyar (pilihan) dari PT. Jaya XXX kepada penjual wortel grade A, jika terdapat cacat (aib) atau harga tidak sesuai dengan kualitas barang yang buruk (gabn, penipuan harga barang), yakni dengan mengembalikan barang kepada penjual wortel grade A dan boleh meminta ganti dengan barang yang berkualitas baik dan sesuai harga di waktu lain yang disepakati kedua pihak atau meminta utuh dana yang telah dibayarkan (diterima penjual wortel grade A).[10]

Perihal keamanan barang yang dipesan (al-muslam fih), dapat dijamin dengan menerima jaminan atau apapun cara lain yang diizinkan untuk mengamankan pembayaran (uang tunai yang telah dibayarkan dimuka).[11]

G. Hikmah Jual Beli Salam (Bay’ as-Salam)

Dibalik adanya jual beli salam (bay’ as-salam) tentunya terdapat hikmah yang pasti ada, hal ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yakni dari sisi pemesan/pembeli (PT. Jaya XXX) dan sisi penjual (penjual Wortel Grade A Bogor), adalah sebagai berikut:[12]

1.      Pemesan (PT. Jaya XXX) mendapatkan:

a.    Terjaminnya mendapatkan barang  (Wortel Grade A Bogor) yang diharapkan/dibutuhkan pada waktu yang diinginkan.

b.      Mendapatkan barang (Wortel Grade A Bogor) yang lebih murah.

2.      Penjual (penjual Wortel Grade A Bogor) mendapatkan:

a.       Mendapatkan modal menjalankan usahanya dengan cara yang halal, tanpa harus membayar bunga ribawi apabila melakukan hutang pada perbankan misalnya. Apabila belum jatuh tempo serah terima barang pemesan, modal dapat digunakan penjual untuk mengembangkan usahanya dan mendapatkan keuntungan yang diharapkan hingga jatuh tempo nanti (serah terima barang pemesan).[13]

b.      Mempunyai keleluasaan waktu dalam memenuhi permintaan pemesan, karena jarak serah terima barang mempunyai jarak yang cukup lama.

c.       Memperoleh kepastian pembeli atas barang (produk) yang dijualnya.

G. Kesimpulan

Jual beli salam atau salaf merupakan jual beli barang spesifik dengan pembayaran harga tunai dimuka akan tetapi barang diserahkan kemudian pada tempo yang disepakati. Hal ini pengecualian dari jual beli yang penjual harus memiliki barang, karena syara’ mengizinkannya.

Fakta yang terjadi pada pada PT. Jaya XXX yang melakukan DP (uang muka) di awal akad salam, tidak diperbolehkan syara’ dengan skema akad salam ini (menjadi tidak sah akad salam-nya). Sebab, melakukan jual beli hutang dengan hutang yang dilarang oleh syara’ melalui ijma’ ulama. Akad yang rusak (fasad) ini harus diperbaiki dengan akad salam yang diizinkan syara’. Yakni dengan skema jual beli (mutlak), atau dengan skema jual beli salam/salaf yang tunai diberikan di muka, dan barang yang dipesan diserah terimakan kemudian pada tempo yang disepakati. Tentunya diperbolehkan meminta jaminan atas harga (pembayaran) atau melakukan apapun cara lain yang diizinkan untuk mengamankan pembayaran untuk menghindari gabn (penipuan).

Jual beli salam (bay’ as-salam) memiliki hikmah yang besar dari kedua belah pihak, pemesan mendapatkan barang yang terjamin dan murah, sedangkan penjual mendapatkan modal yang halal, waktu persiapan yang memadai, dan konsumen yang pasti dan apabila berhasil tentu akan tinggi tingkat kepercayaannya.

H. Daftar Pustaka

Ahmad Zuhri, Pertanggung Jawaban Dalam Jual Beli Salam Menurut Mazhab Syafi’i (Studi Kasus Jual Beli Pesanan Di Kalangan Pedagang Wortel Pajak Sambu Dan Pajak Roga Berastagi), Repository UIN Sumatera Utara (Medan, 2017)

Mahmud, Yusuf Ahmad, and (Yusuf As-Sabatin), Bisnis Islami Dan Kritik Atas Praktik Bisnis Ala Kapitalis; Al-Buyu’ Al-Qadimah Wa Al-Mu’ashirah Wa Al-Busrshat Al-Mahaliyyah Wa Ad-Duwaliyyah, ed. by Yahya Abdurrahman and Arif B. Iskandar, cet ke-2 (Bogor: Al Azhar Press, 2011)

Nurhadi, ‘Rahasia Hikmah Dibalik Akad-Akad Dalam Ekonomi Islam Nurhadi’, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5.01 (2019), 42–65

Tarmizi, Erwandi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, cet ke-23 (Bogor: PT. Berkat Mulia Insani, 2020)

The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions, Shari’ah Standards, King Fadh National Library Cataloging in Publication Institutions (Manama, Kingdom of Bahrain: Dar Al Maiman for Publishing and Distributing, 2015)

Umar, Imron Abu, Terjemahan Fathul Qorib Jilid I (Kudus: Menara Kudus, 1982)


[1] Imron Abu Umar, Terjemahan Fathul Qorib Jilid I (Kudus: Menara Kudus, 1982), hlm 240.

[2] Ibid.

[3] Yusuf Ahmad Mahmud (Yusuf As-Sabatin), Bisnis Islami Dan Kritik Atas Praktik Bisnis Ala Kapitalis; Al-Buyu’ Al-Qadimah Wa Al-Mu’ashirah Wa Al-Busrshat Al-Mahaliyyah Wa Ad-Duwaliyyah, ed. by Yahya Abdurrahman dan Arif B. Iskandar, cet ke-2 (Bogor: Al Azhar Press, 2011), hlm. 137.

[4] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, cet ke-23 (Bogor: PT. Berkat Mulia Insani, 2020), hlm. 294.

[5] Yusuf Ahmad Mahmud (Yusuf As-Sabatin), Bisnis Islami Dan Kritik., hlm. 140. Jual beli salam (pesanan) telah dikecualikan oleh syariah dari hadist Nabi , لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ , artinya “Janganlah engkau menjual sesuatu yang bukan milikmu.” (HR. At-Tirmidzi) karena syariah memperbolehkannya (jual beli salam).

[6] Ibid.

[7] Yusuf Ahmad Mahmud (Yusuf As-Sabatin), Bisnis Islami Dan Kritik., hlm. 165. Jual beli salam merupakan jual beli sesuatu yang dideskripsikan tetapi tidak tertentu. Yang seandainya penjual menyerahkan barang yng tidak sesuai pesanan lalu (boleh) mengembalikannya. Akan tetapi (penjual) wajib menyerahkan barang seperti yang dideskripsikan.

[8] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer., hlm. 295.

[9] Yusuf Ahmad Mahmud (Yusuf As-Sabatin), Bisnis Islami Dan Kritik., hlm. 145.

[10] Yusuf As Sabatin dalam bukunya Al-Buyu’ Al-Qadimah menurutnya, “Pembeli memiliki khiyar (pilihan) antara mengembalikan barang yang ia beli (karena cacat) dan mengambil kembali harga (pembayaran) yang telah ia bayarkan kepada penjual.” Lihat, Yusuf Ahmad Mahmud (Yusuf As-Sabatin), Bisnis Islami Dan Kritik., hlm. 311-313.

[11] The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions, Shari’ah Standards, King Fadh National Library Cataloging in Publication Institutions (Manama, Kingdom of Bahrain: Dar Al Maiman for Publishing and Distributing, 2015), hlm. 276.

[12] Ahmad Zuhri, Pertanggung Jawaban Dalam Jual Beli Salam Menurut Mazhab Syafi’i (Studi Kasus Jual Beli Pesanan Di Kalangan Pedagang Wortel Pajak Sambu Dan Pajak Roga Berastagi), Repository UIN Sumatera Utara (Medan, 2017), hlm 37-38.

[13] Nurhadi, ‘Rahasia Hikmah Dibalik Akad-Akad Dalam Ekonomi Islam Nurhadi’, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5.01 (2019), 42–65, hlm. 10-11.

Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: