ONE BELT ONE ROAD (OBOR) TIONGKOK: JALAN PENJAJAHAN ATAS NEGERI, ANCAMAN BAGI SELURUH UMAT

Oleh:

Rendra Fahrurrozie

Proyek besar abad 21 ini, merupakan suatu inisiasi yang ambisius dari pemerintahan Tiongkok dengan membangun jalur pada lintas benua Asia, Eropa dan Afrika. Sungguh ini adalah langkah yang memerlukan banyak biaya dan melibatkan banyak negara pada jalur yang dilintasinya. Tetapi dibalik megahnya inisiasi ini, terdapat ancaman dan kerusakan pada negara yang masuk ke dalam mega proyek ini. Hal inilah yang menjadi sorotan terhadap proyek dengan kucuran dana untuk membiyai investasi infrastruktur, material konstruksi, kereta api, dan jalan raya, mobil, real estate, jaringan listrik, dan besi dan baja.

Keyword: China; Jalur Sutra Abad 21; One Belt One Road; Indonesia; Debt Trap; Politik; Ekonomi; Penjajahan; Ekonomi

PENDAHULUAN

Sabuk Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21, lebih dikenal sebagai Inisiatif Satu Sabuk dan Satu Jalan (OBOR) adalah suatu strategi pembangunan yang diusulkan oleh pemimpin tertinggi Tiongkok Xi Jinping yang berfokus pada konektivitas dan kerja sama antara negara-negara Eurasia, terutama Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (SREB) berbasis daratan dan Jalur Sutra Maritim (MSR) lintas samudra.[1] Strategi tersebut menegaskan tekad Tiongkok untuk mengambil peran lebih besar dalam urusan global dengan sebuah jaringan perdagangan yang berpusat di Tiongkok. Di pertengahan tahun 2016 nama resminya diganti menjadi Belt and Road Initiative (Inisiatif Sabuk dan Jalan/BRI) disebabkan oleh kesalahan penafsiran istilah one (satu).

Melalui OBOR ini, Negeri Tirai Bambu ini rela mengeluarkan 150 miliar dolar AS atau Rp 2  ribu triliun setiap tahun. Pengeluaran fantastis ini demi realisasi obsesi Presiden Xi Jinping membangkitkan kejayaan Jalur Sutra China yang telah dimulai pada 2013. Pelaksanaan OBOR fokus untuk membantu pendanaan proyek-proyek infrastruktur di  berbagai negara. Mulai pembangunan jalan nasional, jaringan rel kereta api,  pelabuhan hingga industri energi. Tercatat, 68 negara yang menjalin kerja sama dengan China lewat OBOR ini.

Pada lima tahun pertama OBOR berjalan (2018), ada delapan negara dengan risiko  krisis  finansial paling tinggi. Yakni, Pakistan, Maladewa, Montenegro, Laos,  Mongolia, Djibouti, Kyrgyzstan, dan Tajikistan. Yang lebih parah dari delapan negara tersebut, adalah Sri Lanka, yang sudah gagal membayar utang-utangnya kepada China akibat iming-iming proyek infrastruktur. Sri Lanka memperoleh pinjaman dari China pada 2015. Saat itu Sri Lanka terpojok  karena Presiden Mahinda Rajapaksa dituduh melanggar HAM. Kondisinya terkucil.

Namun, China tetap mengucurkan dana bertubi-tubi. Jumlahnya mencapai 8 miliar  dolar AS atau Rp 116 triliun.  Saat tak sanggup membayar, Sri Lanka harus melewati skema tukar aset yakni  dengan menyerahkan 70 persen saham kepemilikan Pelabuhan Hambantota serta hak pengelolaan ke pemerintah China. Hak pengelolaan selama 99 tahun itu mengganti utang 1,1 miliar dolar AS atau Rp 16 triliun.

Yang terbaru adalah Malaysia, PM Mahathir Mohammad yang begitu garang tahun  lalu (2018) saat pemilu, dengan menyatakan akan menghentikan seluruh kerja sama Malaysia-China warisan rezim Najib Razak, pada akhirnya harus menyerah. Setahun menjabat, Mahathir terpaksa berbalik arah. Dengan ringan ia diharuskan mengatakan bahwa Malaysia adalah teman China. Karena pihak pemerintah China  telah mengancam Malaysia untuk membayar denda senilai 21,78 miliar ringgit (Rp 74,4 triliun) jika proyek kereta cepat China di Malaysia dihentikan. Setelah melewati negosiasi yang alot, akhirnya Mahathir mengalah dengan tawaran penurunan biaya hingga 32,8 persen.[2]

Pengalaman juga dialami oleh negara-negara Afrika yang gagal membayar hutang ini kepada China. Zimbabwe menjadi contoh cerita yang mengenaskan, gagal membayar utang sebesar US$ 40 juta kepeda Cina, Sejak 1 Januari 2016 mata uangnya harus diganti menjadi Yuan, sebagai imbalan penghapusan utang.[4]

Di negara pasifik, Papua Nugini misalnya, Beijing menjanjikan kucuran pinjaman tanpa syarat sebesar 3,5 miliar dolar AS untuk pembangunan infrastruktur jalan dari Port Moresby ke kawasan pedalaman. Fiji juga kini berutang setengah miliar dolar ke China. Sementara Tonga terjerat utang lebih dari 160 juta dolar, yaitu sepertiga dari PDB negara itu. China telah memaksa Tonga untuk mengakui gagal membayar utangnya. Perdana Menteri Tonga yang sebelumnya menyerukan negara-negara Pasifik bersatu melawan China, akhirnya menarik pernyataannya tanpa alasan yang jelas. Awal tahun 2019, laporan bahwa China akan membangun pangkalan militer di Vanuatu memicu kepanikan di Australia.[5]

PROYEK OBOR TIONGKOK:  KARPET MERAH PENJAJAHAN ATAS INDONESIA

Pada 1 April 2019 lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menggelar pertemuan dengan Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian. Pertemuan tersebut digelar di Kantor Luhut, Jakarta Pusat. Meski hasil rapat tidak diketahui hasilnya, akan tetapi agenda China terus berupaya mendorong pertumbuhan perdagangan di negaranya. Salah satu caranya dengan menghidupkan Jalur Sutra melalui program One Belt One Road (OBOR).[6] Menampik tudingan isu Indonesia mau dijual ke China, Luhut menegaskan proyek OBOR bukan dimaksudkan untuk menjual Indonesia ke China. "Jadi kalau ada ketakutan seolah-olah Indonesia ada isu dijual atau segala macam itu tidak terjadi," kata Luhut saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (8/5/2019). Dia menyatakan pemerintah tidak bodoh membiarkan Indonesia dijual ke bangsa lain.

Sehingga pada 27 April 2019 lalu, menjadi hari yang cukup bersejarah bagi Cina dan Indonesia. Kedua negara telah menandatangani 23 kesepakatan kerja sama untuk sejumlah proyek di bawah panji kebijakan luar negeri pemerintah Cina yang dikenal sebagai One Belt One Road (OBOR).[7]
Sejumlah Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani itu dilakukan dengan skema business to business (B-to-B) oleh para pebisnis dari kedua negara.

Penandatanganan MoU dilakukan dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kedua BRI yang dilangsungkan pada 25-27 April 2019 di Beijing, Cina. Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyaksikan penandatanganan sejumlah MoU tersebut menyampaikan harapannya kepada sekitar 400 pengusaha Cina dan Indonesia agar pelaksanaan proyek-proyek dapat berjalan dengan baik dan konsisten dengan skema B-to-B yang telah disepakati.

Lima dari 23 proyek yang ada saja total nilainya mencapai sekitar US$14,21 miliar. Lima proyek tersebut adalah proyek PLTA Kayan ($1,5 miliar), investasi pengolahan limbah ($3 miliar), PLTA Salo Pebatua ($560 juta), pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) seluas 31.000 Ha ($9 miliar), dan proyek industri perikanan terintegrasi di Pulau Seram, Maluku ($150 juta).[8] Pijaman lunak China kepada Indonesia ini berpotensi menjadi jebakan hutang pada Indonesia, sebagaimana yang dialami oleh negara Asia Selatan, Sri Lanka dan negara lainnya. Sistem OBOR ini mengekang dan menjajah negara dengan lilitan hutang sehingga Tiongkok dapat memiliki aset dan tanah suatu negara.[9]  

Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam mengemukakan, sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. Investasi asing bisa membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, juga merupakan jalan untuk menjajah suatu negara.[10]

Pinjaman (investasi asing) yang diberikan Cina, diikat dengan berbagai syarat seperti adanya jaminan dalam bentuk aset, adanya imbal hasil seperti ekspor komoditas tertentu ke Cina hingga kewajiban negara pengutang agar pengadaan peralatan dan jasa teknis harus diimpor dari Cina. Mengutip riset yang diterbitkan oleh Rand Corporation, China’s Foreign Aid and Government Sponsored Investment Activities, disebutkan bahwa utang yang diberikan oleh Cina mensyaratkan minimal 50 persen dari pinjaman tersebut terkait dengan pembelian barang dari Cina.

Selain harus membayar bunga yang relatif tinggi, juga disyaratkan agar BUMN Indonesia yang menggarap proyek-proyek tersebut yang dibiayai oleh utang dari Cina harus bekerjasama dengan BUMN negara itu. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam berbagai proyek pengembangan infrastruktur di negara ini, kehadiran dan peran perusahaan-perusahaan Cina menjadi sangat dominan mulai dari perencanaan, pengadaan barang dan jasa hingga konstruksi (engineering, procurement, construction [EPC]).

Bentuk pinjaman riba yang sangat besar ini, mengakibatkan ketidak stabilan ekonomi. Peluang krisis dan akses kesejahteraan akan tidak merata. Sebab, anggaran subsidi bari rakyat akan terkuras untuk menutupi hutang dan bunganya.

“Jika zina dan riba telah tersebar luas di satu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan adzab Allah bagi diri mereka sendiri” (HR al-Hakim, al-Baihaqi, dan ath-Thabari)

Penjajahan dalam bentuk politik dan ekonomi ini, akan mengekeruk kekayaan alamnya, dijauhkan dari agamanya (Islam), dan eksploitasi besar-besaran SDA negeri. Akan tetapi hal ini sering tidak dipahami umat, hal ini disebabkan uslub (cara) penjajahannya bersifat halus tak kasat mata, dengan kedok hutang, investasi, kerjasama atau lainnya.

Apalagi negera Tiongkok dengan gerakan kapitalisasinya ini, sangat berbahaya bagi umat seluruhnya. Ancaman pengaruh Ideologi Kapitalis Tiongkok, ditambah cara berfikir yang sekular bahkan atheis-komunis dapat mengambil berbagai macam cara untuk mengendalikan sebuah negara dan jalur vital dengan hegemoni jebakan hutang ini. Aset vital seperti pelabuhan, energi, bandara, dan pangkalan militer akan dikuasai dengan kedok hutang kepada Bussines Company. Sejatinya, walaupun kerjasama ini B-to-B akan tetapi pengaruh Goverment akan tetap berjalan dan dominan, sebab menggunakan devisa negara dalam meminjamkan hutang tersebut kepada Indonesia.

KHILAFAH: SOLUSI UMAT DAN INDONESIA!

Melihat masuknya Indonesia dalam perjanjian OBOR ini April lalu, tentunya disebabkan ketidak adanya dana dalam membangun sarana dan prasarana bagi rakyat, baik jalan, energy maupun aset vital lainnya. Sehingga investasi Asing dalam bentuk hutang ini pun diambil. Tentu dampaknya sangat buruk kedepannya, apalagi dengan hutang dan bunganya yang sangat besar. Selain dampak ekonomi, tentu akan mempengaruhi ke lingkungan tempat jalur OBOR ini dilalui, juga terhadap rakyat tentunya pencabutan subsidi dan pelayanan pun akan berdapak juga. Bahkan yang lebih bahaya lagi adalah pengambil alihan aset vital yang berhubungan dengan keamanan dan pertahanan negara seperti pelabuhan, energy dan lainnya. Tentu akan banyak hal yang akan berdampak buruknya dari pada manfaatnya dari cara berhutang seperti ini.

Eksistensi Khilafahlah yang membawa ideologi Islam sangat ditakuti oleh kaum penjajah. Khilafah akan menjaga harta, jiwa, dan martabat umat manusia. Dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh (kaffah) baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, sosial, politik, hukum, pendidikan, pertahanan dan keamanan. Khilafah yang merupakan ajaran Islam dan ahlussunnah wal jamaah inilah yang seharusnya menjadi pandangan utama bagi perjuangan yang akan membawa negeri yang kita cintai ini pada kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan sejati.

Dalam tataran ini, adalah hal yang positif jika Indonesia beralih pada kepemimpinan Islam. Yang telah Beliau SAW dan para Khulafur Rasyidin berikan tauladan kepada kita bagaimana menjalankan kepemimpinan dan menjadi pemimpin yang baik dan sukses, tidak hanya sukes di dunia akan tetapi sukses di akhirat kelak. Tolak proyek Neo-kolonialisasi OBOR China!

Wallahu’alam Bishowab.

DAFTAR PUSTAKA

Al Maliki, Abdurrahman. 2009. Politik Ekonomi Islam. Al Azhar Press: Bogor.

Bhaskara, Ign. L. Adhi. 2019. Ekspansi Proyek OBOR Cina, Indonesia Diminta Waspadai Jebakan Utang. Diambil dari: https://tirto.id/ekspansi-proyek-obor-cina-indonesia-diminta-           waspadai-jebakan-utang-dnpo (18 Mei 2019).

Hamdani, Trio. 2019. Dubes China Sambangi Kantor Luhut, Bahas Apa? Diambil dari:             https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4492002/dubes-china-sambangi-        kantor-luhut-bahas-apa (18 Mei 2019).

Ibrahim, Farid M. 2018. Pinjaman Lunak China Kini Dikhawatirkan sebagai Jebakan Utang. Diambil        dari: https://news.detik.com/abc-australia/d-4304318/pinjaman-lunak-china-kini-        dikhawatirkan-sebagai-jebakan-utang (18 Mei 2019).

Kurniawan, Fajar. 2019. Tolak Proyek OBOR Cina. Diambil dari: https://mediaumat.news/tolak-  proyek-obor-cina/ (18 Mei 2019).

Majalah Al Wa’ie. 2019. Ramadhan Bulan Perjuangan. Jakarta:Majalah Al Wa’ie (Edisi Ramadhan             1440/1-31 Mei 2019).

Republika Online. 2019. OBOR Dan Islam Garis Keras. Diambil dari:             https://rmol.id/read/2019/05/07/388909/obor-dan-islam-garis-keras (18 Mei 2019).

Wikipedia. Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan. Diambil dari: https://id.wikipedia.org/wiki/             Inisiatif_Satu_Sabuk_Satu_Jalan (18 Mei 2019).

---

                [1] Wikipedia, Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan, diakses pada laman: https://id.wikipedia.org/wiki/ Inisiatif_Satu_Sabuk_Satu_Jalan, pada 18 Mei 2019. Inisiatif ini diungkapkan pada September dan Oktober 2013.

                [2] Republika Online, pada laman: https://rmol.id/read/2019/05/07/388909/obor-dan-islam-garis-keras, diakses pada 18 Mei 2019.

                [3] Sumber foto: https://mediaumat.news/tolak-proyek-obor-cina/, diakses pada 18 Mei 2019.

                [4] Fajar Kurniawan (analis senior PKAD), Tolak Proyek OBOR Cina, (pada laman: https://mediaumat.news/tolak-proyek-obor-cina/, diakses pada 18 Mei 2019).

                [5] Farid M. Ibrahim, Detik News, Pinjaman Lunak China Kini Dikhawatirkan sebagai Jebakan Utang, pada laman: (https://news.detik.com/abc-australia/d-4304318/pinjaman-lunak-china-kini-dikhawatirkan-sebagai-jebakan-utang, diakses pada 18 Mei 2019)..

                [6] Trio Hamdani – detikFinance, Dubes China Sambangi Kantor Luhut, Bahas Apa?, (pada laman: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4492002/dubes-china-sambangi-kantor-luhut-bahas-apa, diakses pada 18 Mei 2019).

                [7] Ign. L. Adhi Bhaskara, Ekspansi Proyek OBOR Cina, Indonesia Diminta Waspadai Jebakan Utang, (pada laman: https://tirto.id/ekspansi-proyek-obor-cina-indonesia-diminta-waspadai-jebakan-utang-dnpo, diakses pada 18 Mei 2019).

                [8] Ibid.

                [9] Majalah Al Wa’ie, Ramadhan Bulan Perjuangan: Menyoal Proyek OBOR (Panas) Tiongkok, (Majalah Al Wa’ie Edisi Ramadhan 1440/1-31 Mei 2019), hal. 31.

                [10] Abdurrahman Al Maliki, Politik Ekonomi Islam, (Al Azhar Press: Bogor, 2009).

Foto dari: Nusantara.news