A. Abstrak
Abd al-Malik
Ibn Marwân merupakan sosok yang kuat pada masa Umayyah yang telah menerapkan
politik pemerintahan dan ekonomi yang membawa
pada kemakmuran dan kedaulatan moneter yang kuat di abad ke 1 H setelah
Khulafâ’ Al-Râsyidûn. Penyatuan
bahasa dalam bahasa Arab, kedaulatan moneter, departemen (diwan) yang
menopangnya mampu menjadikan masyarakat bersatu dalam satu wilayah yang
berdaulat, bersatu dalam kesatuan moneter dalam pembayaran pajak, serta bersatu
dalam hal politik pemerintahan yang dijalankan dengan meredam
perlawan-perlawanan di wilayah-wilayah. Kemajuan politik ekonomi ini
memunculkan pengaruh-pengaruh yang baru dalam keuangan umat Islam, seperti
penggunaan ruq’a dan sakk dalam transaksi keuangan, serta operasi perbankan
yang dijalakan akibat penyatuan mata uang. Ditambah dengan dibentuknya mahkamah
madzalim sebagai pagar bagi pejabat yang melakukan kezaliman terhadap negara
atau pada rakyat, mengakibatkan fokus kemakmuran dan penyatuan wilayah terus
maju dan sangat baik.
Kata Kunci: Abdul Malik bin Marwan; Ekonomi; Islam; Khilafah; Umayyah
B. Pendahuluan
Abd al-Malik
Ibn Marwân menorehkan
sejarah dalam perluasan wilayah Islam, bersamaan dengan politik ekonominya yang
mengagumkan pada masanya. Baik perihal pembangunan sarana ibadah, seperti
masjid-masjid yang saat itu menjadi tempat berkumpul umat Islam untuk
pendidikan atau ibadah, perluasan kota-kota besar seperti Makkah, Madinah,
Baghdad dan lainnya, maupun pembangunan ekonomi yang erat kaitannya dengan
kemakmuran pada masanya.[1] Selain itu, ia
mampu meredam konflik internal di dalam wilayahnya, meredam konflik di luar
wilayah yakni dari Romawi Bizantium Timur yang mampu diatasi dengan baik
melalui perjanjian.[2]
Penyatuan
masyarakat yang terbelah karna banyak perlawanan yang berhasil diatasi,
penyatuan bahasa ke dalam bahasa Arab, serta penyatuan mata uang inilah menjadi
kunci masa keemasan Bani Umayyah yang memerintah Kekhilafahan saat itu.
Penulis di dalam pembahasan ini akan membahas secara singkat biografi Khalifah Abd al-Malik Ibn Marwân, yang kemudian dilanjutkan dengan politik ekonominya. Metode yang digunakan dalam penelitian sederhana ini yakni dengan kualitatif yang berdasar pada data pustaka yang menjadi data sekunder.
C. Biografi Abd Al-Malik Ibn Marwân
Abd
al-Malik Ibn Marwân dianggap sebagai
pendiri Dinasti Umayyah kedua, karena mampu mencegah perpecahan yang terjadi
sejak masa Marwan bin Hakam. Beliau lahir di Madinah pada 26 H (646 M), menjadi
Khalifah ke-5 Bani Umayyah pada 685 M sampai tahun 705 M, selama 21 tahun. Abd
al-Malik wafat pada tahun 705 M.[3]
Khalifah
Abd al-Malik Ibn Marwân pantas menjadi
Khalifah dengan sifatnya yang pemberani, fasih dalam pembicaraan, memiliki ilmu
pengetahuan Islam; seperti: fikih, tafsir, Al-Qur’an dan Al-Hadist. Serta
memiliki kepribadian yang tabah dalm menghadapi kesukaran dan meiliki sifat seorang
yang terkemuka.[4]
Penyatuan
masyarakat muslim dan negara yang dilakukan yakni dengan mampu mengatasi banyak
perlawanan di dalam wilayah kekuasannya, seperti:[5]
1. Perlawanan Syi’ah
karna terbunuhnya Husain Ibn Ali di Karbala pada 680 M, yang menyebarkan kebencian dan perlawanan. Hal ini menyebabkan umat Islam membenci kekuasaan
Bani Umayyah,
2. Perlawanan Abdullâh
Ibn Zubair, yang setelah terbunuhnya Husain Ibn Ali membentuk pemerintahan Kekhalifahan di Makkah pada masa Yazid bin Muawiyah. Kekalahan Ibn Zubair oleh
Hajaj Ibn Yusuf pada 692 M dengan menyerang Ka’bah menggunakan manjaniq
(pelontar batu), sehingga banyak kerusakan di masjid Al-Harâm
saat itu serta menyerahkan kepala Ibn Zubair kepada Abd al-Malik Ibn Marwân
sebab kekalahannya.
3. Perlawanan kaum
Khawârij,
dengan memerintahkan Al-Hajaj Ibn Yusuf membersihkan Syam dari perlawanan
pemberontak kaum Khawârij.
4. Perlawanan Amru Ibn
Sa’id, yang masih salah seorang keluarganya yang ingin menduduki sebagai
Khalifah juga.
Dengan
teratasinya perlawanan tersebut, negara menjadi aman, dan stabilitas politik
terjadi dan banyak melakukan persatuan umat Islam yang sebelumnya terpecah
belah. Maka, lahirlah kebijakan-kebijakan membangun negara yang terkenal hingga
saat ini, seperti:
1. Bahasa Arab menjadi
bahasa resmi negara yang mula diterapkan di Syam dan Irak, kemudian Mesir dan
Persia.[6]
Hal ini mempunyai manfaat yang membantu dalam hal: (a) memperkuat karakteristik
Arab dalam administrasi negara, (b) mengurangi atau menghapus ketergantungan
pada non-Muslim atau Muslim non-Arab dalam mengelola catatan negara, ( c)
mempromosikan bahasa Arab di antara Muslim non-Arab, (d) mempromosikan tulisan
dan kaligrafi Arab, dan (e) mentransfer pos administrasi kepada orang Arab dan
Muslim berbahasa Arab.[7]
2. Pelayanan
administrasi surat menyurat (pos) dengan membangun kantor pos dan ditugasi
kepada seorang dinas pos juga dibangun pada masanya. Sehingga terjalin
komunikasi yang baik antara pusat pemerintahan dan provinsi (gubernur).
The postal service became of vital importance to
the state, so much so that the Umayyad Caliph Abd-al-Màlik (685–705) is
reported to have said to his chief-of-staff, “I fully
delegate to you the administrative affairs of what comes to my door except for
four: the caller of prayer; he is the caller of God, the night caller; a need
must have driven him to call otherwise he would have slept until morning, the
post; the delay of the post might spoil people’s planned journeys, and the food
when it comes” (Hassan, 1959).[8]
Artinya: “Layanan pos menjadi sangat penting bagi
negara, sedemikian rupa sehingga Khalifah Umayyah Abd-al-Màlik (685-705)
dilaporkan telah berkata kepada kepala stafnya, ‘Saya sepenuhnya mendelegasikan
kepada anda urusan administrasi dari apa yang datang ke pintu saya kecuali
empat: azan; dia adalah panggilan Tuhan, pemanggil malam; suatu
kebutuhan yang harus jika tidak ia akan tidur sampai pagi, pos; penundaan pos
dapat merusak perjalanan yang direncanakan orang, dan makanan ketika datang.’ (Hassan,
1959).”
3. Mendirikan galangan
kapal di Tunisia untuk angkatan laut dan perdagangan serta industri
persenjataan.[9]
4. Memperlebar
kota-kota serta membangun Qubbah Al-Sakhra di Al-Aqsa, termasuk memperluas
Masjid Al-haram di Makkah dan Masjid Nabawi yang diteruskan oleh anaknya Walid
Ibn Abd Al-Malik setelah Abd Al-Malik wafat.[10]
5. Dan menyempurnakan huruf-huruf Arab, termasuk huruf Al-Qur’an yang pada masanya hidup seorang ahli bahasa Sibawaihi yang mempunyai karya buku al-Kitab sebagai pedoman ilmu tata bahasa Arab hingga saat ini. Seperti menyempurnakan tanda vokal, titik pada huruf yang sama bentuknya untuk memudahkan non-Arab belajar Al-Qur’an dan bahasa Arab.[11]
D. Politik Ekonomi Abd Al-Malik Ibn Marwân
Perluasan
wilayah pada masa Abd al-Malik Ibn Marwân ke wilayah Afrika, Hindustan, dan menyeberang
pada Eropa yakni Andalusia dengan futuhat (pembukaan wilayah) sebagai
cara menyampaikan Islam pada manusia, atau jalur perdaganan laut seperti
wilayah Asia Tenggara[12] dalam hal
perdagangan. Hal inilah yang memunculkan politik Arabisasi untuk memperkuat
negara, baik dari sektor politik maupun ekonomi bahkan komunikasi, setelah
terjadinya stabilitas dalam negeri dan luar negeri. Berikut kebijakan politik
ekonomi Khalifah Abd al-Malik Ibn Marwân :
1. Mengganti mata uang dinar Romawi Bizantium serta dirham Persia Sasanid yang beredar, dengan mencetak mata uang sendiri (reformasi moneter). Abd al-Malik Ibn Marwân pada tahun 74 H dan 75 H atau 695 M membuat dinar emas, dan dipandang sebagai Khalifah pertama yang membuat dinar emas Islami, serta juga membuat dirham perak Islami dengan sisinya bertuliskan surah Al-Ikhlash dan sisi lainnya dituliskan simbol Tauhid. Dan tahun 76 H negara secara resmi mulai membersihkan dari mata uang bersimbol-simbol asing.[13] Pengaruh dari penerapan politik ekonomi ini menurut Hitti (1963) mengakibatkan 5 (lima) pengaruh, yaitu:[14]
a. Penguatan kedaulatan negara, sebagai cermainan mata uang yang mandiri.
b. Pengumpulan pajak (kharaj, jizyah, zakat, usyur dan lainnya) menjadi pada satu mata uang, sebagai ganti koin Persia di Persia (dirham) dan uang Romawi (dinar) di Suriah dan Mesir.
c. Kebutuhan akan pertukaran mata uang terjadi, dengan menukar pada mata uang yang baru (dinar Islami).
d. Munculnya bentuk operasional perbankan.
e. Muncul penyebaran instrumen keuangan seperti ruq’a (perintah pembayaran atau invoice), sakk (chek – menarik uang pada seseorang yang dilimpahkan uang tersebut pada orang yang memegang cek).
Menurut Hitti (1977) ekonomi terjadi pada masa Abd al-Malik Ibn Marwân sangat baik dan maju, perdagangan di pasar-pasar serta sistem pembagian air yang di dalam kota Damaskus yang tiada bandingannya yang sampai sekarang masih dipakai.[15]
2. Membentuk departemen-departemen struktur negara urusan administrasi dan keuangan. Hal ini adalah lanjutan yang berawal dari masa Khalifah Umar Ibn Khoththob mengenai mekanisme penyaluran gaji dan mengenai pengelolaan harta, maka pada masa Khalifah Abd al-Malik Ibn Marwân pun dibentuk beberapa departemen (Diwan), yaitu:
a. Diwan al-Kharraj, yang tugasnya mengawasi departemen keuangan terutama mengenai pungutan pajak tanah (kharaj) Pada masa itu, umat muslim hanya membayar zakat dan dibebaskan dari yang lainnya, sehingga banyak ahl al-dzimmah (non-muslim warga negara) yang masuk Islam.
b. Diwan al-Khatam, yang bertugas menulis dan men-stemple/materai ordonansi (peraturan/qanun) pemerintah. Pada masa Mu’awiyah telah diperkenalkan materai resmi untuk kebijakan dari khalifah, maka setiap surat dibuat akan ditembus dengan benang, disegel dengan lilin kemudian dipres dengan segel/cap Diwan al-Khatam atau cap Khalifah.
El-Ashker (2006) fungsi utama dari diwan ini adalah: (a) untuk mengawasi korespondensi antara Khalifah dan gubernur provinsinya, (b) untuk menyimpan salinan surat keluar khalifah dalam file khusus untuk kontrol dan referensi di masa mendatang, (c) untuk mengawasi arsip negara, dan (d) untuk mengatur pengumuman publik dan deklarasi yang dikeluarkan oleh Khalifah kepada rakyatnya.
c. Diwan al-Rasail, dipercayakan untuk mengontrol surat-menyurat di daerah-daerah dan semua komunikasi dari gubernur-gubernur; termasuk juga kendaraan yang digunakan seperti kuda, unta, bagal (persilangan keledai dengan kuda), atau merpati.
d. Diwan al-Mustagallat (Kementerian urusan perpajakan). Bertugas melaukan pungutan pajak jizyah (pajak jiwa bagi non-muslim), atau zakat, usyur (dari fa’i dan ghanimah).
e. Membentuk Mahkamah Agung (Mahkamah Madzalim), yakni didirikan untuk mengadili para pejabat negara yang melakukan penyelewengan atau tindakan yang merugikan negara atau bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat.
Dari politik
ekonomi dan pemerintahannya Khalifah Abd al-Malik Ibn Marwân ini kemajuan dan gemilangnya dilanjutkan pada
khalifah seterusnya yang hingga masa Khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz (anak dari
saudara laki-lakinya) menuai banyak kemajuan pula.
E. Kesimpulan
Abd al-Malik
Ibn Marwân yang lahir
pada 646 M di Madinah, lahir dari keluarga penguasa Bani Umayyah yang mempunyai
sikap yang pemberani serta fasih dalam berbicara ini mampu membangitkan kembali
Bani Umayyah dalam penyatuan wilayah dan politik ekonomi yang gemilang pada
masa pemerintahannya. Meski banyak perlawanan-perlawanan dari dalam negeri
seperti dari Syi’ah, Khawarij, Ibn Zubair, dan Amru
Ibn Sa’id mampu diatasi, dan juga mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan
Romawi agar stabilitas wilayah terjaga. Stabilnya kondisi itu, menjadi
kesempatan untuk memperkuat kedaulatan dengan mencetak mata uang dinar-dirham
dan membentuk departemen-departemen (diwan) serta mahkamah madzalim sebagai
menjaga ketahanan negara. Maka, kemakmuran dan kesejateraan pada masanya
terjadi hingga sampai penerusnya setelah wafatnya di tahun 705 M.
F. Daftar
Pustaka
Al-’Ilm, Dar, Atlas Sejarah Islam, ed. by Koeh, ke-1
(Jakarta: Kaysa Media, 2001)
Anomin, Uang Kertas Versus Dinar Dan Dirham Islam, ed.
by A. Saifullah, cet ke-2 (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2011)
Barudin, Topanji Pandu, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada
Masa Umayyah, ed. by Ramadhan Edi Saputro (Klaten: Cempaka Putih, 2019)
El-Ashker, Ahmed A.F, and Rodney Wilson, Islamic
Economics: A Short History (Leiden: Bril, 2006)
Fu’ad, Zakki, ‘Sejarah Peradaban Islam: Paradigma Teks,
Reflektif Dan Filosofis’, 2016, 1–268
Hayan, Surma, and Nurhasanah Bakhtiar, ‘Arabisasi
Pemerintahan Islam Pada Masa Khalifah Abdul Malik Bin Marwan’, Juspi ; Jurnal
Sejarah Peradaban Islam, 3.2 (2020), 204–12
Hupinah, ‘Daulah Bani Umayyah Pada Masa Pemerintahan Abdul
Malik (685-705 M)’ (IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1993)
Saputri, Itsnawati Nurrohmah, ‘Perkembangan Kubah Batu ,
Masjid Damaskus , Perluasan Masjid Al-Haram Dan Masjid Nabawi Pada Masa
Khalifah Abdul Malik Bin Marwan Dan Walid Bin Abdul Malik’, Millatī, Journal
of Islamic Studies and Humanities Vol., 2.2 (2017), 195–220
Sunara, Rahmat, Sejarah Islam Nusantara, cet ke-1
(Jakarta: Buana Cipta Pustaka, 2009)
[1] Surma Hayan and Nurhasanah Bakhtiar, ‘Arabisasi
Pemerintahan Islam Pada Masa Khalifah Abdul Malik Bin Marwan’, Juspi ; Jurnal Sejarah Peradaban Islam,
3.2 (2020), 204–12
[2] Dar Al-’Ilm, Atlas
Sejarah Islam, ed. by Koeh, ke-1 (Jakarta: Kaysa Media, 2001), hlm. 72. Khalifah Abd Al-Malik Ibn Marwan
membuat perjanjian gencatan sejata dengan Romawi pada tahun 689 M selama 10
tahun.
[3] Itsnawati Nurrohmah Saputri, ‘Perkembangan Kubah Batu
, Masjid Damaskus , Perluasan Masjid Al-Haram Dan Masjid Nabawi Pada Masa
Khalifah Abdul Malik Bin Marwan Dan Walid Bin Abdul Malik’, Millatī, Journal of Islamic Studies and
Humanities Vol., 2.2 (2017), 195–220
[4] Ibid., hlm.
200.
[5] Hupinah, ‘Daulah Bani Umayyah Pada Masa Pemerintahan
Abdul Malik (685-705 M)’ (IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1993), hlm. 41.
[6] Surma Hayan and Nurhasanah Bakhtiar, ‘Arabisasi
Pemerintahan Islam’., hlm. 209.
[7] Ahmed A.F El-Ashker and Rodney Wilson, Islamic Economics: A Short History
(Leiden: Bril, 2006), hlm. 133.
[8] Ibid., hlm.
130.
[9] Hupinah, ‘Daulah Bani Umayyah’., hlm. 62.
[10] Itsnawati Nurrohmah Saputri, ‘Perkembangan Kubah
Batu., hlm. 215-217.
[11] Topanji Pandu Barudin, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Umayyah, ed. by Ramadhan
Edi Saputro (Klaten: Cempaka Putih, 2019), hlm. 13.
[12] Rahmat Sunara, Sejarah
Islam Nusantara, Cet ke-1 (Jakarta: Buana Cipta Pustaka, 2009), hlm. 1. Pada tahun 674 M, Khilafâh Bani
Umayyah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatra yang mengakibatkan
banyak pedagang Muslim datang dan berdakwah.
[13] Anomin, Uang
Kertas Versus Dinar Dan Dirham Islam, ed. by A. Saifullah, cet ke-2 (Bogor:
Pustaka Thariqul Izzah, 2011), hlm. 26-28.
[14]
Ahmed A.F El-Ashker and Rodney Wilson, Islamic
Economics., hlm. 134-135.
[15] Zakki Fu’ad, ‘Sejarah Peradaban Islam: Paradigma Teks,
Reflektif dan Filosofis’, 2016, 1–268, hlm. 87.
0 komentar: