Sabtu, 12 September 2020

FILM JKDN: Upaya Membawa Kesadaran Umat Islam Akan Sejarah Islam Di Nusantara

 


Film Jejak Khilafah Diviralkan, Isinya pun Disebut Khayalan

Oleh: Rendra Fahrurrozie, S.Pd


Abstrak

Film Jejak Khilâfah di Nusatara yang pada penayangannya terjadi pro dan kontra, tetaplah akan menjadi goresan tinta dakwah dalam menyadarkan umat Islam akan jejak Islam yang mulai dikaburkan dan dikubur dari benak ingatan mereka. Peran pengemban dakwah sangat penting, meskipun terdapat gangguan dan halangan untuk menyadarkan umat Islam dari sejarahnya sendiri dalam persatuan dan Ukhuwah Islamiyah di masa lalu dalam mengusir penjajah. Jejak Khilâfah menjadi penting pula diketahui peranannya dalam perjuangan dan dakwah umat Islam di Nusantara.

Kata Kunci: JKDN; Khilâfah, Islam, Nusantara

 

PENDAHULUAN

Suksesnya film dokumenter Jejak Khilâfah di Nusantara (JKDN)[1] pada 1 Muharram 1442 H/20 Agustus 2020 M lalu, membuat sebagian masyarakat mengalami perbincangan yang pro-kontra dalam pemutarannya. Meski saat pemutaran film tersebut banyak pihak berusaha mencegah tersampaikannya film ini di tengah-tengah masyarakat dengan beberapa kali penayangan perdananya ini diblokir pihak YouTube atas permintaan pemerintah.[2]

Jagat media sosial dan televisi pun ikut membahas film JKDN tersebut dengan beragam sudut pandang masing-masing, kaidah fikriyah (landasan pemikiran) yang ada pada masyarakat akan mengemakan satu titik fokus yakni pada kata ‘khilâfah’. Yang menurut Ustadz Ismail Yusanto pada sesi dialog sebelum acara pemutaran film tersebut dimulai, bahwa terjadi pengaburan dan penguburan sejarah terutama mengenai Khilâfah. Hal inilah yang kemudian menjadi perdebatan diskusi para tokoh sejarawan dalam dan luar negeri serta juga pada masyarakat umum.

Karena itu, pentingnya kesadaran umat akan Khilâfah yang justru menjadi pintu kebaikan dakwah dan persatuan menjadi esensi[3] dari film JKDN ini. Sebab, upaya mendistorsi sejarah dan tsaqâfah (kebudayaan) Islam terutama yang berhubungan dengan fikih imâmah (hukum pemerintahan Islam) yakni Khilâfah itu dikaburkan dan dikubur dari benak umat Islam. Inilah pentingnya dakwah untuk menyadarkan dan mengungkap kebenaran ditengah-tengan umat Islam.

PRO-KONTRA JEJAK KHILÂFAH DI NUSANTARA

Dibalik pemutaran film JKDN ini, muncul juga sanggahan dari sejarawan sekaligus guru besar Emeritus Trinity College, Oxford, Peter Carey mengajukan keberatan kepada tim produksi film Jejak Khilâfah di Nusantara karena mencantumkan namanya tanpa izin, yang sempat dimintai wawancara untuk menjelaskan tentang Perang Diponegoro yang telah ditelitinya selama 40 tahun, ia menegaskan kekhalifahan Turki Utsmani tidak memiliki hubungan dengan Kesultanan Islam di Keraton Yogyakarta.[4] Ia menyatakan tidak ada bukti dokumen arsip Turki Utsmani yang menunjukkan adanya hubungan dengan Kesultanan Demak (1475-1558), tidak pula ada dokumentasi era Turki Utsmani yang menyatakan mereka memiliki kontak dengan raja pertama Kesultanan Demak, yakni Raden Patah (bertakhta, 1475–1518) dan juga tidak ada dokumen sejarah yang menunjukkan panji 'Tunggul Wulung' merupakan bukti Yogyakarta adalah wakil dari Turki Utsmani di Jawa.

Akan tetapi penyataan Peter Carey tersebut terpatahkan oleh pidato lengkap Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Pembukaan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 di Yogyakarta pada 12 Februari 2015 yang acara yang ini dihadiri berbagai tokoh Islam tersebut dibuka Wapres Jusuf Kalla dan ditutup Presiden Jokowi, berikut ini:[5]

Pada 1479, Sultan Turki mengukuhkan R. Patah (sultan Demak pertama) sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaah illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka'bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau. Duplikatnya tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki.

...

Di tahun 1903, saat diselenggarakan Kongres Khilâfah di Jakarta oleh Jamiatul Khair, yang berdiri 1903, Sultan Turki mengirim utusan Muhammad Amin Bey. Kongres menetapkan fatwa, haram hukumnya bagi Muslim tunduk pada penguasa Belanda, dengan merujuk ajaran Islam "Hubbul wathan minal iman" (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Dari kongres inilah benih-benih dan semangat kemerdekaan membara.

 

Demikian pula ada sanggah dari sejarawan Indonesia mantan rektor (UIN) Syarif Hidayatullah, Prof. Azyumardi Azra menyebut bahwa di Nusantara tidak ada jejak Khilâfah. “Mana ada jejak Khilâfah dengan Indonesia. Abbasiyah itu bukan Khilâfah, Abbasiyah itu dinasti. Umayyah juga dinasti, Ottoman juga dinasti. Ini terjadi manipulasi fakta dan diromantiskan saja,” bantah Azyumardi Azra. [6] Hal ini disanggah langsung oleh sutradata film JKDN Nico Pandawa pada diskusi dengan Prof. Azyumardi Azra[7] bahwa kekuasaan apa yang disebut monarki atau dinasti tersebut tetap dapat disebut sebagai khalifah sebagaimana para ulama seperti Jalaludin Al-Suyûti yang menulis kitab Tarîkh Khulafâ, yang tetap lazim disebut sebagai khâlifah yang tidak hanya menceritakan sebatas Khulafâ Al-Râsyidîn tetapi hingga sampai ke Abasiyah. Bahkan bukunya Azyumardi Azra sendiri Jaringan Para Ulama menyebut kekuasaan di Damaskus (Bani Umayyah) sebagai Khalifah.

Jika melihat jejak masuknya Islam ke nusantara, terdapat 3 teori mengenai hal tersebut.[8] Pertama, teori dari Snouck Hurgronje bahwa Islam masuk abad ke 12-13 Masehi melalui Gujarat India. Kedua, teori Persia bahwa Islam masuk dari tanah Persia pada abad 13 Masehi, teori ini disanggah oleh teori ketiga. Dan ketiga, teori Arabia bahwa masuknya Islam ke nusantara sejak pada masa Khulafâ Al-Râsyidîn di abad ke 7 Masehi. Teori Arabia (ketiga) ini didukung oleh literatur China yang menyebutkan sudah berdiri perkampungan Arab-Muslim di pesisir Sumatera dan menikah dengan penduduk lokal pada abad ke 7 masehi. Dan memang pada tahun 651 M duta Islam pernah datang ke China dalam catatan sejarah China berjudul Chiu T’ang Shu pada masa Khalifah Utsman bin Affan, duta-duta Islam tersebut tidak hanya berkunjung ke China saja akan tetapi berkunjung juga ke Zabaj dan Sribuza yang dikenal dengan Kerajaan Sriwijaya yang ekspedisi tersebut harus melewati selat Malaka dan singgah ke Sriwijaya.[9]

Memang pada masa Khalifah Utsman bin Affan terbentuk armada laut pertama yang hingga sampai mem-futuhât Pulau Siprus tahun 27 H/648 M dengan Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai panglimanya,[10] sehingga jalur laut pada masa Khulafâ Al-Râsyidîn sudah ada dan sampai melakukan perjalanan ke China. Dan pada tahun 674 M pada Khilafâh Bani Umayyah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatra yang mengakibatkan banyak pedagang Muslim datang dan berdakwah.[11] Hal ini semakin kuat dengan  terdapatnya seminar mengenai kedatangan Islam di Nusantara tahun 1969 dan 1978 disimpulkan bahwa Islam datang langsung dari Arab bukan India, bukan abad ke 12-13 M tapi pada abad pertama hijriyah atau abad ke 7 Masehi.[12]

Jejak arsip dokumen yang kaitannya dengan Khilafah Utsmaniyah, inipun ditemukan oleh Farooqi (sejarawan dari Universitas Allahabad, India) yang menemukan sebuah arsip petisi dari Sultan Alauddin Riayat Syah kepada Sulaiman Al-Qanuni (Khalifah Utsmaniyyah) yang mengakui beliau sebagai Khalifah dan mangadukan penjajah Portugis yang mengganggu jamaah haji dan pedagang Muslim. Dan pada tahun 1566-1574 M Sultan Salim II anak dari Sulaiman Al-Qanuni melakukan ekspedisi besar dengan mengirimkan sejumlah ahli senapan api, tentara, dan artileri (meriam) dengan Laksamana Kurtoglu Hizir Reis yang menetap di Aceh selama Sultan butuhkan dan digelari wali Aceh (Gubernur) sebagai utusan resmi Khalifah di Aceh.[13]

JKDN: MENYADARKAN UMAT AKAN KHILÂFAH

Sejarah bukanlah hal yang membosankan, sebab akan menguak kecemerlangan Islam dan membongkar kebusukan propaganda para pembenci Islam yang merintangi atau menghalangi keyakinan pengemban dakwah Islam dalam menyampaian fakta dan kebenaran agar dapat mengentaskan umat Islam yang haus akan informasi yang bermutu dan terpercaya dalam dominasi sekularisme kapitalisme, hingga sukses antusias mengajak masyarakat menyaksikan film ini.[14] Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an,

 

يُرِيدُونَ أَن يُطۡفِ‍ُٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَيَأۡبَى ٱللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُۥ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٣٢

Artinya: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. Al-Taubah: 32)

Terkait ayat ini, Al-Imâm Ibn Katsîr dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang-orang kafir – yaitu musyrikin dan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) - ingin memadamkan cahaya (agama) Allah, artinya (ingin memadamkan) apa yang dibawa utusan Allah, petunjuk dan agama yang hâq ingin mereka padamkan dengan bantahan-bantahan dan kebohongan-kebohongan mereka. Maka, perumpamaan upaya orang-orang kafir itu seperti orang yang ingin memadamkan sinar matahari atau cahaya rembulan dengan cara meniupnya. Ini tidak mungkin.[15]

Melihat tuduhan-tuduhan yang disematkan pada JKDN, dengan tuduhan berkhayal, berbohong, tidak sesuai fakta dan lainnya. Tidaklah membuat umat Islam mundur dalam mendakwahkan Islam kaffah ditengah tengah umat, sebab keyakinan akan pertolongan Allah sebagaimana dalam Al-Qur’an terhadap orang-orang yang menolong Islam, apalagi saat terdapat pengaburan sejarah dan upaya penguburan jejak sejarah Islam di negeri ini.

وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ٤٠

Artinya:  “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hajj : 40).

Menurut Al-Imâm Al-Thobari, makna dari وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُ, yaitu Allah SWT pasti menolong orang-orang yang berperang di jalan-Nya agar kalimat-Nya tinggi terhadap musuh-musuh-Nya.[16]

 

Sehingga penyadaran kepada masyarakat luas akan jejak Khilâfah di Nusantara merupakan keharusan, sebab peran dari Khilâfah membantu pengusir penjajah Portugis maupun Belanda dengan mengirimkan ahli senjata, kapal-kapal perang, serta pengetahuan pemerintahan (politik) Islam kepada para Sultan oleh para ulama-ulama adalah jelas bahwa khilâfah pernah mempunyai peran penting dalam perjuangan rakyat nusantara untuk bebas dari penjajahan.

 

Kesadaran umat akan jejak Khilâfah di nusantara adalah hal yang sangat penting, upaya “damnatio memoriae”[17] atau dihilangkan dari ingatan kolektif dengan mengaburkan dan mengubur sejarah (jejak) Khilâfah di nusantara itu masih dilakukan penguasa dan pendukungnya untuk memuluskan proyek deislamisasi berkedok deradikalisi yang terus saja meraka gaungkan dan terbarkan ketakutan akan ajaran Islam itu layaknya ‘monster’.

 

Meskipun kedudukan kewajiban menegakkan Khilâfah bukan didasarkan pada argumentasi sejarah, sebab Khilâfah wajib didasarkan pada dalil-dalil qa’iy. Akan tetapi sejarah hanya untuk melakukan penelitian/memperhatikan cara penerapan sebuah aturan, sehingga bisa diambilkan pelajaran (hikmah). Serta dari sejarah pula kaum muslimin dapat memahami apakah sebuah peraturan benar-benar dilaksanakan atau tidak dengan benar. Sehingga dalam kaidah penulisan sejarah Islam Timur dan Barat yang dilakukan sejarawan Muslim dan Barat jelas berbeda. Karena terdapat perbedaan kontras dalam memandang kehidupan secara utuh.

 

 

 

 

PENUTUP

 

Selayaknya kaum Muslim khususnya pengemban dakwah meyakini serta memperjuangkan akan kembalinya Khilafah ‘ala Manhaj Al-Nubuwâh. Sebagaimana janji Allah SWT dalam Al-Quran.

 

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ يَعۡبُدُونَنِي لَا يُشۡرِكُونَ بِي شَيۡ‍ٔٗاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ٥٥

Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Nûr: 55).

 

Janji Allah itu tentunya akan mendapatkan halangan dengan pengaburan sejarah dan tebaran ketakutan akan ajaran Islam itu sendiri oleh penguasa zalim atau sejarawan yang tidak menyukai Khilâfah. Oleh karenanya, umat Islam perlu menulis sejarahnya sendiri dan semakin besar mendakwahkan Islam secara kaffah, agar penyadaran akan Islam dan tsaqafahnya (kebudayaannya), kelak menjadi pelajaran oleh generasi di masa yang akan datang betapa agung dan hebatnya Islam saat diterapkan secara kaffah dan saat mengusir penjajah dengan gagah berani karena bersatu oleh Ukhuwah Islamiyah yang kuat.

 

Wallahu’alam Bishawâb.

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anonim. 2009. Khilâfah dan Jejak Islam Kesultanan Islam Nusantara, cet- ke 4. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.

Gunawan, Indra. 2014. Legenda 4 Umara Besar: Kisah Seni Memimpin dari Penguasa Empat Dinasti Islam, cet. ke- 1. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Husain, Sarkawi B. 2017. Sejarah Masyarakat Islam Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.

 

Sunara, Rahmat. 2009. Sejarah Islam Nusantara, cet ke-1. Jakarta: Buana Cipta Pustaka.

 

 

Website

Achmad, Dedeh Wahidah. 2020. Pelajaran dari Kesuksesan Film JKdN. Diakses pada laman https://www.muslimahnews.com/2020/08/27/pelajaran-dari-kesuksesan-film-jkdn/, pada 05 September 2020.

Gunadha, Reza dan Farah Nabilla. 2020. Namanya Dicatut dalam Film Jejak Khilâfah di Nusantara, Peter Carey Protes. Diakses pada laman https://www.suara.com/news/2020/08/10/153240/namanya-dicatut-dalam-film-jejak-Khilâfah-di-nusantara-peter-carey-protes?page=2, diakses pada 05 September 2020.

Hidayatuna.com. 2020. Prof. Azyumardi Azra Bantah Ada Jejak Khilâfah di Nusantara. Diakses pada laman https://hidayatuna.com/prof-azyumardi-azra-bantah-ada-jejak-Khilâfah-di-nusantara/, pada 05 September 2020.

KBBI Online. Diakses pada laman https://kbbi.web.id/esensi. pada 05 September 2020.

Putra, Erik Purnama. 2015. Pidato Sri Sultan tentang Hubungan Keraton Yogyakarta dengan Islam. Diakses pada laman https://republika.co.id/berita/njmq2o/pidato-sri-sultan-tentang-hubungan-keraton-yogyakarta-dengan-islam, diakses pada 05 September 2020.

Rahmillah, Kanti. 2020.  Pemblokiran Film JKdN, Wajah Busuk Hipokrisi Demokrasi. Diakses pada laman https://www.muslimahnews.com/2020/09/03/pemblokiran-film-jkdn-wajah-busuk-hipokrisi-demokrasi/, diakses pada 05 September 2020.

Siregar, Rahmadinda. 2020. Film JKdN, Usaha Menguak “Damnatio Memoriae” Islam di Nusantara. Diakses pada laman https://www.muslimahnews.com/2020/08/26/film-jkdn-usaha-menguak-damnatio-memoriae-islam-di-nusantara/, diakses pada 06 September 2020.

TvOne, Channel Youtube Apa Kabar Indonesia. 2020. Sutradara Film 'Jejak Khilâfah di Nusantara' Angkat Bicara Soal Dianggap Propaganda HTI. Diakses pada link https://youtu.be/L9a_yOy2TcI, diakses pada 05 September 2020.



[1] Film yang diinisiasi oleh sejarawan bernama Nicko Pandawa bersama Komunitas Literasi Islam, JKDN ini ditayangkan live di YouTube kanal Khilafah Channel pada Kamis (20/8) pukul 09.00 WIB.

[2] Kanti Rahmillah, ‘Pemblokiran Film JKdN, Wajah Busuk Hipokrisi Demokrasi’, 3 September 2020, https://www.muslimahnews.com/2020/09/03/pemblokiran-film-jkdn-wajah-busuk-hipokrisi-demokrasi/, diakses pada 05 September 2020.

[3] Esensi artinya hakikat; inti; hal yang pokok. Lihat: https://kbbi.web.id/esensi, diakses pada 05 September 2020.

[4] Reza Gunadha dan Farah Nabilla, “Namanya Dicatut dalam Film Jejak Khilafah di Nusantara, Peter Carey Protes,” 10 Agustus 2020, https://www.suara.com/news/2020/08/10/153240/namanya-dicatut-dalam-film-jejak-khilafah-di-nusantara-peter-carey-protes?page=2, diakses pada 05 September 2020. Lihat juga: https://www.suara.com/news/2020/08/21/220750/sejarawan-peter-carey-patahkan-klaim-klaim-film-jejak-khilafah-di-nusantara?page=all

[5] Erik Purnama Putra, “Pidato Sri Sultan tentang Hubungan Keraton Yogyakarta dengan Islam”, 12 Feb 2015, pada laman https://republika.co.id/berita/njmq2o/pidato-sri-sultan-tentang-hubungan-keraton-yogyakarta-dengan-islam, diakses pada 05 September 2020.

[6] Hidayatuna.com, “Prof. Azyumardi Azra Bantah Ada Jejak Khilafah di Nusantara”, diakses pada laman https://hidayatuna.com/prof-azyumardi-azra-bantah-ada-jejak-khilafah-di-nusantara/, pada 05 September 2020.

[7] Channel Youtube Apa Kabar Indonesia tvOne, “Sutradara Film 'Jejak Khilafah di Nusantara' Angkat Bicara Soal Dianggap Propaganda HTI”, 27 Agustus 2020, diakses pada link https://youtu.be/L9a_yOy2TcI, diakses pada 05 September 2020.

[8] Anonim, Khilafah dan Jejak Islam Kesultanan Islam Nusantara, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah), 2009, hlm. 6-9.

[9] Ibid., hlm. 9-10.

[10] Indra Gunawan, Legenda 4 Umara Besar: Kisah Seni Memimpin dari Penguasa Empat Dinasti Islam, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo), 2014, hlm. 18-19.

[11] Rahmat Sunara, Sejarah Islam Nusantara, cet ke-1, (Jakarta: Buana Cipta Pustaka), 2009, hlm. 1.

[12] Sarkawi B. Husain, Sejarah Masyarakat Islam Indonesia, (Surabaya: Airlangga University Press), 2017, hlm. 6.

[13] Rahmat Sunara, Sejarah Islam Nusantara., hlm. 37-38.

[14] Dedeh Wahidah Achmad, “Pelajaran dari Kesuksesan Film JKdN”, 27 Agustus 2020, diakses pada laman https://www.muslimahnews.com/2020/08/27/pelajaran-dari-kesuksesan-film-jkdn/, pada 05 September 2020.

[15] Ibid.

[16] Ibid.

[17] Tradisi ini dikembangkan dalam masyarakat Romawi untuk menghilangkan semua jejak hidup orang yang tidak diinginkan dari kehidupan Roma, sehingga rekam jejak seseorang tidak pernah ada. Lihat: Rahmadinda Siregar, “Film JKdN, Usaha Menguak “Damnatio Memoriae” Islam di Nusantara”, 26 Agustus 2020, pada laman https://www.muslimahnews.com/2020/08/26/film-jkdn-usaha-menguak-damnatio-memoriae-islam-di-nusantara/, diakses pada 06 September 2020.

Previous Post
Next Post

Man 'Arofa Nafsihi 'Arofa Robbuhu | #IslamSelamatkanNegeri

0 komentar: